BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu dan juga kurikulum dapat diartikan sebagai keseluruhan pengalaman,
yang tak terarah dan terarah, terutama kepada perkembangan kebolehan individu
atau satu ciri latihan pengalaman langsung secara sadar digunakan oleh sekolah untuk
melengkap dan menyempurnakan pembedahannya. Konsep beliau menekankan kepada
pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman
yang dirancangkan oleh sekolah. (Frank Bobbit 1918), sedangkan Pengembangan kurikulum
adalah istilah yang komprehensif, yang mana di dalamnya mencakup beberapa hal
diantaranya adalah perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum
adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat
keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan
digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut
juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam
tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan
kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat
ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum
itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang
terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan
banyak orang, seperti: politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta
unsur-unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan. Selain
harus memperhatikan unsur-unsur diatas, didalam mengembangkan sebuah kurikulum
juga harus menganut beberapa prinsip dan melakukan pendekatan terlebih dahulu,
sehingga didalam penerapannya sebuah kurikulum dapat mencapai sebuah tujuan
seperti yang diharapkan. Dan mengenai pendekatan itu akan kami jelaskan
selengkapnya dalam pembahasan.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apa
Pengertian Pendekatan Kurikulum?
2. Bagaimana
Pendekatan Kurikulum Materi, Tujuan, Kompetensi?
1.3 Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah yang dibahas
oleh penulis dalam makalah ini yaitu hanya dalam pembatasan masalah mengenai “Pendekatan
Kurikulum Materi, Tujuan dan Kompetensi”.
1.4 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud penulisan dalam makalah ini yaitu sebagai salah satu
tugas pemenuhan syarat dari mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran.
Dalam melakukan penulisan makalah ini,
hal yang menjadi tujuan penulisan adalah sebagai berikut:
Secara umum, penulisan makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan bagi pembaca tentang pendekatan kurikulum.
Secara khusus, penulisan makalah ini
bertujuan untuk mengetahui pendekatan kurikulum materi, tujuan dan kompetensi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan Kurikulum
Pendekatan
merupakan titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses
tertentu. Sehingga bila dikaitkan dengan kurikulum, pengembangan kurikulum
dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang
proses pengembangan kurikulum. Pendekatan, lebih menekankan pada usaha dan
penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan menerapkan suatu strategi dan
beberapa metode yang tepat, yang dijalankan sesuai dengan langkah-langkah yang
sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik. Jadi pendekatan
pengembangan kurikulum adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode
yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk
menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
Pendekatan
seseorang terhadap kurikulum akan merefleksikan pandangan tentang dunia,
termasuk didalamnya pandangan tentang kenyataan, nilai dan pengetahuan yang
dianutnya. Pendekatan pengembangan kurikulum menggambarkan posisis holistik
atau metaorientasi, meliputi landasan, domain, dan prinsip teoritis serta
prinsip praktis dari kurikulum. Pendekatan kurikulum juga menyatakan pandangan
tentang pengembangan dan desain kurikulum, peranan guru, peserta didik dan ahli
kurikulum dalam merencanakan kurikulum, tujuan kurikulum dan issu-issu yang
perlu dibahas.
Pendekatan
dalam pengembangan kurikulum merefleksikan pandangan seseorang terhadap sekolah
dan masyarakat. Para pendidik pada umumnya tidak berpegang pada salah satu
pendekatan secara murni, tetapi menganut beberapa pendekatan yang sesuai.
Pendekatan
dalam pengembangan kurikulum mempunyai arti yang sangat luas. Hal tersebut bisa
berarti penyusunan kurikulum baru (curriculum construction), bisa juga
penyempurnaan terhadap kurikulum yang sedang berlaku (curriculum improvement).
Di satu sisi pengembangan kurikulum berkaitan dengan penyusunan seluruh dimensi
kurikulum mulai dari landasan, struktur dan penataan mata pelajaran, ruang
lingkup (scope) dan urutan materi pembelajaran (sekuence), garis-garis besar
program pembelajaran sampai pengembangan pedoman pelaksanaan (macro
curriculum). Di sisi lain pengembangan kurikulum berkaitan dengan penjabaran
kurikulum (GBPP) yang telah disusun oleh pusat ke dalam program dan persiapan
pembelajaran yang lebih khusus (microvcurriculum). Kegiatan yang terakhir ini
biasanya dikerjakan oleh guru di sekolah, seperti penyusunan program tahunan,
semester, bulanan, pokok bahasan atau modul.
Kurikulum
juga bisa berarti kurikulum tertulis (written curriculum) atau dokumen
kurikulum yang merupakan kurikulum potensial (potencial curriculum), dan bisa
juga berarti kurikulum nyata, yaitu kurikulum yang benar-benar dilaksanakan
dalam kegiatan pembelajaran (actual curriculum), atau sering juga disebut
implementasi kurikulum (curriculum implementation). Sehubungan dengan uraian di
atas, untuk melakukan pengembangan kurikulum terlebih dahulu perlu dipahami
hal-hal yang berkaitan dengan pendekatan pengembangan kurikulum. Dalam hal ini,
Syaodih (200) mengemukakan pendekatan pengembangan kurikulum berdasarkan sistem
pengelolaan, dan berdasarkan fokus sasaran.
2.2 Pendekatan Kurikulum Materi
Pendekatan
yang beorientasi pada bahan (subject matter oriented). Kurikulum dengan
pendekatan ini cenderung menekan kepentingan pencapaian target-target materi
pelajaran, cenderung mengabaikan perubahan dan perkembangan perilaku secara
utuh ke arah perubahan perilaku yang positif. Namun demikian, sejumlah kalangan
masih meyakini bahwa pendekatan ini sangat bermanfaat untuk mengetahui tingkat
pencapaian penguasaan materi pelajaran, sehingga berpengaruh besar terhadap
kualitas penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dilihat
dari pengelolaannya pengembangan kurikulum dibedakan antara sistem pengelolaan
yang terpusat (sentralisasi), dan tersebar (desentralisasi). Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah tahun 1968 dan 1975 bersifat sentralisasi, hanya
ada satu kurikulum untuk satu jenis pendidikan di seluruh Indonesia. Kurikulum
bersifat nasional, seragam, dikembangkan oleh tim pusat, guru-guru hanya
berperan sebagai pelaksana di sekolah, yakni menjabarkan rencana tahunan,
caturwulan dan satuan pelajaran tiap pelajaran. Dalam kurikulum 1984 telah ada
muatan lokal yang disisipkan pada berbagai bidang studi yang sesuia, dan hal
ini lebih intersifkan lagi pelaksanaannya dalam kurikulum 1994. Dalam kurikulum
1994 muatan lokal tidak lagi disisipkan pada setiap bidang studi, tapi
menggunakan pendekatan monolitik berupa bidang studi, baik bidang studi wajib
maupun pilihan. Dengan adanya kebijakan otonomi daerah, kemungkinan muatan
lokal akan lebih besar, modelnya lebih beragam dan sistemnya tidak terpusat
lagi, sehingga pengelolaannya menjadi desentralisasi. Idealnya perimbangan
muatan nasional dengan daerah antara 25%-40% nasional dan 60%-75% daerah.
Dengan bobot muatan daerah atau lokal yang lebih besar berarti pengembangan
kurikulum lebih banyak dilakukan oleh tim pengembangan yang terdiri atas para
ahli dan guru-guru di daerah. Kurikulum juga akan lebih banayak diwarnai oleh
unggulan daerah, baik kekayaan, perkembangan maupun kebutuhan daerah. Model kurikulumnya
akan beragam sesuai dengan tujuan, fungsi dan isi program pendidikan.
Pengembangan kurikulum menjadi lebih berbasis daerah atau kewilayahan.
Kurikulum yang demikian ada yng menyebutnya kurikulum berbasis masyarakat, ada
juga yang menyebutnya kurikulum berbasis sekolah.
2.3 Pendekatan Kurikulum Tujuan
Pendekatan
yang berorientasi pada tujuan (objective oriented). Pendekatan ini menekankan
arti pentingnya tujuan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendekatan orientasi
pada tujuan ini dalam pratiknya sering mengabaikan proses, sehingga kualitas
proses pembelajaran adalah hal yang tidak disentuh. Namun demikian, sejumlah
kalangan pendidikan masih meyakini pendekatan ini karena mampu memberi arah ke
mana akhir pendidikan akan dituju.
Berdasarkan
fokus sasaran, pengembangan kurikulum dibedakan antara pendekatan yang
mengutamakan penguasaan ilmu pengetahuan, penguasaa kemampuan standar, penguasaan kompetensi,
pembentukan pribadi, dan penguasaan kemampuan memecahkan masalah sosial
kemasyarakatan.
Pendekatan
penguasaan ilmu pengetahuan, merupakan model pengembangan kurikulum yang
menekankan pada isi atau materi, berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi yang diambil dari bidang-bidang ilmu
pengetahuan.
Pendekatan
kemampuan standar, menekankan pada penguasaan kemampuan potensial yang dimiliki
peserta didik sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya.
Pendekatan
pembentukan pribadi, menekankan pada pengembangan atau pembentukan aspek-aspek kepribadian secara utuh, baik
pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap. Dalam pelaksanaannya para
pengembang kurikulum ini banyak memberikan perhatian terhadap aspek-aspek
sosial-emosional.
Pendekatan
pemecahan masalah kemasyarakatan, diarahkan pada terciptanya masyarakat yang
lebih baik. Pengembangan kurikulumnya menekankan pada pengembangan kemampuan
memecahkan masalah-masalah penting dan mendesak yang ada di masyarakat, baik
masyarakat sekitar maupun yang lebih jauh pendekatan ini banyak digunakan dalam
pendidikan luar sekolah.
Pendekatan
kompetensi, merupakan model pengembangan kurikulum yang menekankan pada
pemahaman, kemampuan atas kompetensi tertentu di sekolah, yang berkaitan dengan
pekerjaan yang ada di masyarakat.
2.4 Pendekatan Kurikulum Kompetensi.
Pendekatan
yang berorientasi pada kompetensi (competencies based curriculum). Pendekatan
ini lebih menekankan pada penguasaan kompetensi pembelajaran. Dalam praktiknya,
tidak dibenarkan melakukan lompatan kompetensi sebelum kompetensi dasar
dikuasai pembelajar pada jenjang tertentu. Selain itu, pendekatan ini juga
tidak mengabaikan proses, sebab proses dipahami sebagai bagian dari kompetensi
yang akan dicapai dalam pembelajaran.
Menurut
Crunkilton (1979 : 222) dalam Mulyasa, (2004 : 77) mengemukakan bahwa
“kompetensi ialah sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap
dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan”. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi
yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas
pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu. Dengan demikian terdapat
hubungan (link) antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di sekolah
dengan kemampuan yang diperlukan oleh kerja.
Pendekatan
kompetensi merupakan pendekatan pengembangan kurikulum yang menfokuskan pada
penguasaan kompetensi tertentu berdasarkan tahap-tahap perkembangan peserta
didik. Peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari
seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan
sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan. Setiap
tahap perkembangan memiliki sejumlah potensi bawaan yang dapat dikembangkan,
tetapi pemekarannya sangat tergantung pada kesempatan yang ada dan kondisi
lingkungannya. Pendidikan merupakan lingkungan utama yang memberikan kesempatan
dan dukungan bagi perkembangan potensi-potensi peserta didik.
Setiap
peserta didik memiliki potensi bawaan sendiri-sendiri, meskipun aspek-aspek
perkembangannya sama tetapi tingkatannya berbeda-beda. Seorang peserta didik
memiliki kemampuan berpikir matematis yang tinggi, tetapi peserta didik lain
berpikir ekonomi, politik, keruangan, keterampilan sosial, atau komunikasi yang
tinggi. Guru-guru diharapkan dapat mengenali dan memahami potensi-potensi,
terutama potensi-potensi tinggi yang dimiliki peserta didiknya. Dengan bekal
pemahaman tersebut, mereka diharapkan dapat membantu mengembangkan
potensi-potensi peserta didik sehingga dapat berkembang secara optimal.
Menurut
Gordon, (1998 : 109) dalam Mulyasa, (2004 : 77-78) menjelaskan beberapa aspek
atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut :
·
Pengetahuan (knowledge) yaitu
kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara
melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran
terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.
·
Pemahaman (understanding) yaitu
kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu.
·
Kemampuan (skill) adalah sesuatu
yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang
dibebankan kepadanya.
·
Sikap (attitude) yaitu (senang atau
tidak senang, suka tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan terhadap
yang datang dari luar.
·
Minat (interest) adalah kecendrungan
seseorang untuk melakukan sesuatau perbuatan.
Berdasarkan gambaran kompetensi di
atas. Maka kurikulum berbasis kompetensi adalah suatu konsep kurikulum yang
menekankan pada pengembangan kemampuan kompetensi tugas-tugas dengan standar
performasi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa
penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tersebut.
Dengan demikian penerapan kurikulum
dapat menumbuhkan tanggung jawab, dan partisipasi peserta didik untuk belajar
menilai dan mempengaruhi kebijakan umum, serta memberanikan diri berperan dalam
berbagai kegiatan di sekolah maupun masyarakat (Mulyasa, 2002 : 39).
2.5 Keterkaitan KBK dengan Pendekatan Lain
Keterkaitan kurikulum berbasis
kompetensi dengan pendekatan kemampuan standar, adalah bahwa keduanya sama-sama
menekankan pada kemampuan, hanya berbeda jenis kemampuannya. Dalam pendekatan
kompetensi, kemampuan yang dikembangkan adalah kemampuan yang dikembangkan
adalah kemampuan yang mengarah pada pekerjaan, sedangkan dalam pendekatan kemampuan
standar pada kemampuan umum. Pendekatan kemampuan standar dapat dipandang
sebagai bagian dari pendekatan kompetensi, atau sebaliknya pendekatan kemampuan
standar mencakup kompetensi umum dan kompetensi pekerjaan.
Kurikulum berbasi kompetensi terkait
dengan pendekatan pengembangan pribadi, karena standar kompetensi yang
dikembangkan berkenaan dengan pribadi peserta didik, seperti kompetensi
intelektual, sosial dan komunikasi, penguasaan nilai-nilai, dan
keterampilan-keterampilan. Bedanya, dalam kurikulum berbasis kompetensi lebih
difokuskan pada kompetensi potensial yang ensesial, sedang pengembangan pribadi
lebih menekankan keutuhan perkembangan kemampuan-kemampuan tersebut.
Kurikulum berbasis kompetensi terkait
dengan pendekatan ilmu pengetahuan, karena kompetensi yang dikembangkan,
seperti kompetensi intelektual, dan sosial berkaitan dengan bidang-bidang ilmu
pengetahuan, seperti IPA, IPS, Matematika, Bahasa, Olahraga, keterampilan, dan
kesenian. Perbedaannya, kurikulum berbasis kompetensi lebih menekankan pada
kemampuan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan. Di sisi lain,
pendekatan ilmu pengetahuan lebih menekankan pada hasil belajar, namun tidak
mengabaikan kompetensi dari pengetahuan tersebut.
Kurikulum berbasis kompetensi diarahkan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat
peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan,
dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
Kurikulum berbasis kompetensi memfokuskan pemerolehan
kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum
ini mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat tujuan pembelajaran yang
dinyatakan sedemikian rupa. Sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk
prilaku atau keterampilan peserta didik sebagai sesuatu kriteria keberhasilan.
Kurikulum berbasis kompetensi juga menuntut guru yang
berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangkaian
meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam hubungannya dengan pembelajaran memenuhi
spesifikasi tertentu dalam proses belajar. Kay (1977) dalam Mulyasa,
mengemukakan bahwa “pendidikan berbasis kompetensi selalu dilandasi oleh
rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran “mengapa” dan “bagaimana”
jadi perbuatan tersebut dilakukan” (Mulyasa, 2002 : 23).
Depdiknas (2002) dalam Mulyasa mengemukakan bahwa
kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Menekankan
pada ketercapaian kompetensi pesertadidik baik secara individual maupun
klasikal
2. Berorientasi
pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman
3. Penyampaian
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
4. Sumber
belajar bukan guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif
5. Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi
2.6 Keunggulan KBK
Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan
dengan model-model lainnya.
Pertama, pendekatan ini
bersifat alamiah (konstektual), karena berangkat, berfokus, dan bermuara pada
hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan
potensi masing-masing. Dalam hal ini peserta didik merupakan subjek belajar,
dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan
mengalami berdasarkan standar kompetensi tertentu, bukan transfer pengetahuan
(transfer of knowledge).
Kedua, kurikulum
berbasis kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain.
Penguasaan ilmu pengetahuan, dan keahlian tertentu dalam kehidupan sehari-hari
serta pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal
berdasarkan standar kompetensi tertentu.
Ketiga, ada
bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang dalam pengembangannya lebih
tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan
keterampilan.
Keempat, mengembangakan pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik /siswa (student oriented). Peserta didik dapat bergerak
aktif secara fisik ketika belajar dengan memanfaatkan indra seoptimal mungkin
dan membuat seluruh tubuh serta pikiran terlibat dalam proses belajar. Dengan
demikian, peserta dapat belajar dengan bergerak dan berbuat, belajar dengan
berbicara dan mendengar, belajar dengan mengamati dan menggambarkan, serta
belajar dengan memecahkan masalah dan berpikir. Pengalaman-pengalaman itu dapat
diperoleh melalui kegiatan mengindra, mengingat, berpikir, merasa,
berimajinasi, menyimpulkan, dan menguraikan sesuatu. Kegiatan tersebut
dijabarkan melalui kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Kelima, guru diberikan kewenangan untuk menyusun
silabus yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di sekolah/daerah
masing-masing sesuai mata pelajaran yang diajarkan.
Keenam, bentuk pelaporan hasil belajar yang
memaparkan setiap aspek dari suatu mata pelajaran memudahkan evaluasi dan
perbaikan terhadap kekurangan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
Ketujuh, penilaian yang menekankan pada proses
memungkinkan peserta didik untuk mengeksplorasi kemampuannya secara optimal,
dibandingkan dengan penilaian yang terfokus pada konten.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendekatan pengembangan kurikulum adalah
cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah
pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
Pendekatan Kulikulum ditinjau dari perspektif pendekatan, terdapat tiga
pendekatan yang dapat dikemukakan.
Pendekatan pertama, pendekatan yang
berorientasi pada bahan (subject matter oriented). Kurikulum dengan pendekatan
ini cenderung menekan kepentingan pencapaian target-target materi pelajaran,
cenderung mengabaikan perubahan dan perkembangan perilaku secara utuh ke arah
perubahan perilaku yang positif.
Kedua, Pendekatan yang berorientasi pada
tujuan (objective oriented). Pendekatan ini menekankan arti pentingnya tujuan
dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendekatan orientasi pada tujuan ini dalam
pratiknya sering mengabaikan proses, sehingga kualitas proses pembelajaran
adalah hal yang tidak disentuh.
Ketiga, Pendekatan yang berorientasi
pada kompetensi (competencies based curriculum). Pendekatan ini lebih
menekankan pada penguasaan kompetensi pembelajaran. Dalam praktiknya, tidak
dibenarkan melakukan lompatan kompetensi sebelum kompetensi dasar dikuasai
pembelajar pada jenjang tertentu. Selain itu, pendekatan ini juga tidak
mengabaikan proses, sebab proses dipahami sebagai bagian dari kompetensi yang
akan dicapai dalam pembelajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Mulyasa. 2004. Kurikulum Bebasis
Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung:PT. Remaja
Rosdakarya.
2. Siregar, Eveline dan Nara, Hartini.
2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor:Ghalia Indonesia.
3. Rohman, Muhammad. 2012. Kurikulum
Berkarakter. Jakarta:Prestasi Pustakarya.
4. Nana Sujana, 2005, Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum di Sekolah, Jakarta
: Sinar Baru Algensindo.
5. S. Nasution, 2008, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara.