BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Apa itu Bimbingan dan Konseling? Membahas bimbingan dan
Konseling untuk dunia pendidikan menjadi menarik. Karena, hal ini berkaitan
dengan masa depan generasi muda yang akan memimpin bangsa ini ke depan.
Berbagai masalah di era modern sekarang ini menurut pihak sekolah untuk
meningkatkan profesionalitas konselor, sehingga mampu memecahkan setiap problem
yang dialami siswa, baik pribadi maupun sosial.
Kompleksitas problem di era globalisasi memang sulit
dikendalikan. Ia melaju dengan kecepatan mahadasyat dan selalu menimbulkan
masalah psikologi, moral, mental, mind
set, dan transformasi kultural dan struktural yang canggih dan supercepat.
Lambat mengantisipasi dinamika akseleratif ini membuat sekolah semakin
ketinggalan zaman. Di sinilah urgensinya optimalisasi fungsi konseling sebagai starting point mengembangkan potensi
besar anak didik dan menjaganya dari berbagai godaan dan penyimpangan, yang setiap
saat siap menerkam.
Menuju sekolah yang berkualitas dengan proses dan output yang berkualitas membutuhkan
sentuhan tangan dingin konselor yang profesional. Hal ini harus dilakukan
secara intensif untuk mengawali tujuan inti pendidikan sebagai proses memanusiakan
manusia, yakni menjadikan manusia sebagai makhluk terbaik yang diciptakan Tuhan
di muka bumi ini. Anak didik dipersiapkan menjadi manusia terbaik dengan
sederet kualitas unggul yang sulit tertandingi.
Menurut Prof. Dr. Sudarwan Danim (2007), lembaga
pendidikan formal atau sekolah dikonsepsikan untuk mengemban fungsi reproduksi,
penyadaran, dan mediasi secara simultan. Fungsi-fungsi sekolah itu diwadahi
melalui proses pendidikan dan pembelajaran sebagai inti bisnisnya. Pada proses
pendidikan dan pembelajaran itulah terjadi aktivitas kemanusiaan dan
pemanusiaan sejati.[1]
Indikator yang sekarang ini menunjukan sumber daya
manusia Indonesia belum menunjukan tanda-tanda yang positif . Prof. Dr. E.
Mulyasa, M.Pd. (2007) menyebutkan beberapa indikator yang menunjukan pendidikan
belum mampu menghasilkan SDM berkualitas. Pertama,
Masalah tenaga kerja yangs sering terkantung-kantung, bahkan tanpa pemecahan
yang jelas, seperti masalah tenaga kerja Indonesia (TKI). Kedua, banyak isu teroris. Bahkan Indonesia telah dituduh sebagai
sarangnya teroris. Ketiga, hasil
analisis berbagai ahli yang menunjukan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa
koruptor terdepan di dunia. Keempat, banyak
generasi muda, pelajar, dan mahasiswa yang diharapkan menjadi tulang punggung
justru menjadi beban pembangunan karena keterlibatannya dengan narkoba, VCD
porno, dan perjudian. Kelima,sebagai
akumulasi dari keempat indikator di atas, karena dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, belum tumbuh budaya mutu, budaya malu, dan budaya kerja, baik di
kalangan para pemimpin maupun dimasyarakat.[2]
Lima indikator di atas menjadi tantangan bagi dunia
pendidikan untuk meningkatkan kualitas SDM yang kompetitif, sportif, dan
produktif. Di sinilah faktor bimbingan dan konseling menjadi amat vital.
Karena, lewat bimbingan dan konseling, penyadaran akan besarnya potensi yang
ada pada diri anak didik akan tumbuh dengan baik. Di sisi lain, anak didik juga
terhindar dari pegaulan negatif dan perilaku deviasi lainnya yang mengancam
masa depannya.
Bimbingan dan konseling di sekolah, selain meminimalisir
angka kenakalan murid, juga mempunyai peran vital dalam meningkatkan kualitas
anak didik. Hal tersebut, tidak lepas dari kualifikasi konselor yang
multifungsi. Seorang konselor adalah seorang psikolog yang pandai menyelami
dunia anak secara mendalam. Ia cepat mengidentifikasi, memetakan, dan menemukan
factor penyebab masalah, lalu menyusun formula untuk menanganinya dengan cara
mengetahui tehnik dan prosedur dalam bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling membutuhkan tehnik yang tidak
mudah. Diperlukan pembiasaan terhadap macam-macam tehnik yang ada, supaya
konselor mahir dalam kerja praktiknya. Di samping itu, keberanian dalam mempraktikan macam-macam
tehnik yang ada, supaya ada pengalaman dari berbagai tehnik. Selain konselor
harus menguasai tehnik juga harus paham
tentang prosedur-prosedur dalam bimbingan dan konseling.
Terkadang ada konselor yang sudah merasa nyaman dengan
satu tehnik, sehingga tidak mau untuk mencoba tehnik yang lainnya. Mental status
quo semacam ini harus dihilangkan. Diperlukan eksperimentasi dan observasi yang
terus-menerus untuk mengambangkan teknik konseling sebagai jawaban terhadap
kompleksitas suatu problem.
1.2 Perumusan
Masalah
1. Apa pengertian teknik bimbingan dan konseling?
2. Sebutkan macam-macam teknik bimbingan dan konseling?
1.3 Pembatasan
Masalah
Adapun
pembatasan masalah yang dibahas oleh penulis dalam makalah ini yaitu hanya
dalam pembatasan
masalah mengenai “Teknik-teknik Bimbingan dan Konseling”.
masalah mengenai “Teknik-teknik Bimbingan dan Konseling”.
1.4 Maksud dan
Tujuan
Adapun maksud penulis dalam penulisan makalah ini yaitu
sebagai salah satu tugas dalam pemenuhan
syarat dari mata kuliah Profesi Kependidikan.
Dalam melakukan
penulisan makalah ini hal yang menjadi tujuan dalam penulisan adalah sebagai
berikut: syarat dari mata kuliah Profesi Kependidikan.
Secara umum, penulisan makalah ini bertujuan untuk membuka wawasan bagi pembaca tentang Teknik-
Teknik Bimbingan dan Konseling.
Secara khusus, penulisan makalah bertujuan untuk :
·
Untuk memberikan
penambahan serta wawasan bagi penulis mengenai teknik-
teknik yang dapat dilakukan didalam proses bimbingan dan konseling
teknik yang dapat dilakukan didalam proses bimbingan dan konseling
·
Untuk mengetahui
macam-macam teknik dalam bimbingan dan konseling
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Teknik-teknik Bimbingan dan Konseling
Teknik adalah cara, langkah atau metode yang dilakukan
untuk mencapai suatu tujuan. Bimbingan ialah mengarahkan, memandu, mengelola,
dan menyetir.[3]
Bimbingan juga dapat diartikan sebagai bantuan atau pertolongan.
Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat
rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor
kepada klien. Pendapat lain mengatakan bahwa konseling adalah upaya membantu
individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan
konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat
keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga
konseli merasa bahagia dan efektif prilakunya.[4]
Jadi, teknik Bimbingan dan Konseling adalah cara atau
metode yang dilakukan untuk membantu, mengarahkan atau memandu seseorang atau
sekelompok orang agar menyadari dan mengembangkan potensi-potensi dirinya,
serta mampu mengambil sebuah keputusan dan menentukan tujuan hidupnya dengan
cara berinteraksi atau bertatap muka.
2.2 Macam-Macam Teknik
Bimbingan dan Konseling
BIMBINGAN DAN KONSELING membutuhkan teknik yang
tidak mudah. Diperlukan pembiasaan terhadap macam-macam teknik yang ada supaya
konselor mahir dalam kerja praktik. Di samping itu, diperlukan keberanian dalam
memperaktikkan macam-macam teknik yang ada, supaya ada pengalaman dari berbagai
teknik.
Terkadang, ada seseorang yang ketika enjoy dengan
satu teknik, dia tidak mau mencoba teknik lain. Mental status quo semacam ini harus dihilangkan. Diperlukan eksperimentasi
dan observasi terus-menerus untuk mengembangkan teknik konseling sebagai
jawaban terhadap kompleksitas problem di era modernisasi dan informasi sekarang
ini.
A.
Teknik
Umum Konseling I
Teknik umum merupakan teknik
konseling yang lazim digunakan dalam tahap-tahap konseling dan merupakan teknik
dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk lebih jelasnya,
berikut ini akan disampaikan beberapa jenis teknik umum.
1.
Perilaku
Attending
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien. Hal ini
mencangkup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat menimbulkan hal positif, seperti
meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman, dan mempermudah
eksperesi perasaan klien dengan bebas.
Contoh perilaku attending yang baik, misalnya :
·
Kepala : melakukan
anggukan jika setuju
·
Ekspresi wajah :
tenang, cerita, senyum
·
Posisi wajah : tenang,
ceria, senyum
·
Posisi tubuh : agak
condong ke arah
klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk
akrab berhadapan atau berdampingan
·
Tangan : variasi
gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat,
menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.
·
Mendengarkan : aktif
penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat
kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Contoh perilaku attending
yang tidak baik, misalnya :
·
Kepala : kaku
·
Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan
pandangan, tidak melihat saat klien
sedang bicara, mata melotot
sedang bicara, mata melotot
·
Posisi tubuh : tegak, kaku, bersandar, miring,
jarak duduk dengan klien menjauh, duduk
kurang akrab dan berpaling
kurang akrab dan berpaling
·
Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa
ada teknik diam untuk member
kesempatan klien berpikir dan berbicara
kesempatan klien berpikir dan berbicara
·
Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh
gangguan luar
Catatan :
Attending
disebut juga perilaku menghapiri klien. Hal ini cukup kompeten kontak mata,
bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Attending yang baik dapat menimbulkan beberapa
hal positif, seperti meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang
aman, dan mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
2.
Empati
Empati ialah kemampuan konselor
untuk merasakan apa yang dirasakan klien; merasa dan berpikir bersama klien dan
bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending. Tanpa perilaku attending, mustahil terbentuk empati.
Terdapat dua macam empati, yaitu :
a.
Empati
Primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha
memahami perasaan, pikiran, dan keinginan klien dengan tujuan agar klien dapat
terihat dan terbuka. Contoh ungkapan empati primer : “Saya dapat merasakan
bagaimana perasaan Anda” ; “Saya mengerti keinginan Anda.”
b.
Empati
tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman
konselor terhadap perasaan, pikiran, keinginan, serta pengalaman klien lebih
mendalam dan menyentuh klien, karena konselor ikut dengan perasaan tersebut.
Keterlibatan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk
mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman, dan
termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan empati tingkat tinggi : “Saya dapat
merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda
itu.”
3.
Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk
memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman
sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat
tiga jenis refleksi, yaitu:
a.
Refleksi
perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk
dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku
verbal dan non verbal klien. Contoh : “Tampaknya yang Anda kaatakan adalah ……”
b.
Refleksi
pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide,
pikiran, dan pendapat klien sebagi hasil pengamatan terhadap perilaku verbal
dan non verbal klien. Contoh : “Tampaknya yang Anda Katakan…..”
c.
Refleksi
pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan
pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal
dan non verbal klien. Contoh : “Tampaknya yang Anda katakana sesuatu …..”
4.
Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk
menggali perasaan, pikiran, dan pengamatan klien. Hal ini penting dilakukan
karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu
mengemukakan pendapatnya. Teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara
tanpa rasa takut, tetekan, dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi,
dalam teknik eksplorasi ini pun terdapat tiga macam teknik yaitu :
a.
Eksplorasi
perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali
perasaan klien yang tersimpan. Contoh : “Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan
bingung yang dimaksud ….”
b.
Eksplorasi
pikiran, yaitu telknik untuk menggali ide,
pikiran, dan pendapat klien. Contoh : “Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih
lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja.
c.
Eksplorasi
pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik
untuk menggali pengalaman-pengalaman klien. Contoh : ‘Saya terkesan dengan
pengalaman yang Anda lalui. Namun, saya ingin memahami lebih jauh tentang
pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda.”
Catatan :
Eksplorasi
adalah ternik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini
penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia bathin, menutup diri,
atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya.
5.
Menangkap
Pesan (Paraphrasing)
Menangkap pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk
menyatakan kembali esensi atau innti ungkapan klien, dengan teliti mendengarkan
pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana. Biasanya,
ini ditandai dengan kalimat awal : “adakah “ atau “tampaknya” dan mengamati
respon klien terhadap konselor.
Tujuan Paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada klien
bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan
klien; (2) mengedepankan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan; (3)
member arah wawancara konseling; dan
(4) pengecekan kembali persepsi
konselor tentang apa yang dikemukakan klien. Berikut contoh dialognya :
Klien : “Itu suatu pekerjaan yang
baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu mengapa demikian?”
Konselor : “Tampaknya Anda masih
ragu.”
6.
Pertanyaan
Terbuka (Opened Question)
Pertanyaan terbuka yaitu teknik
untuk memancing siswa agar mau berbicfara mengungkapkan perasaan, pengalaman,
dan pemikirannya. Pertanyaan yang diajukan sebaliknya tidak menggunakan kata
Tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien
jika ia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik
gunakan kata Tanya apakah, bagaimana, adakah, atau dapatkah. Contoh : “Apakah
Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan ?”
7.
Pertanyaan
Tertutup (Closed Question)
Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan
pertanyaan terbuka. Dalam hal-hal tertentu, dapat pula digunakan pertanyaan
tertutup yang harus dijawab dengan kata “ya” atau “tidak”, atau dengan
kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup adalah untuk : (1) mengumpulkan
informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan
pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh. Contoh dialog :
Klien : “Saya berusaha meningkatkan
prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya
lakukan.’
Konselor : “Biasanya Anda menempati
peringkat berapa?”
Klien:”Empat.”
Konselor:”Sekarang berapa?”
Klien:”Sebelas.”
8.
Dorongan
Minimal (Minimal Encouragement)
Dorongan minimal adalah teknik
untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah
dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan oh ….., ya…., lalu…., terus,…. atau dan…
Tujuan dorongan minimal agar klien
terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan
ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya,
dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan, atau pada
saat konselor ragu atas pembicaraan klien. Contoh dialog :
Klien : “Saya putuskan asa …. dan
saya nyaris …. “(klien menghentikan pembicaraan)
Konselor : “Ya ….”
Klien : “Nekat bunuh diri.”
Konselor : “Lalu ….”
9.
Interprestasi
Teknik ini yaitu untuk mengulas
pemikiran, perasaan, dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori,
bukan pandangan subjek konselor. Hal ini bertujuan untuk memberikan rujukan
pandangan agar klien mengerti dan berubah
melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut. Contoh dialog :
Klien : “Saya pikir dengan berhenti
sekolah dan memutuskan perhatian membantu orang tua merupakan bakti saya pada
keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan biaya.”
Konselor : “Pendidikan tingkat SMA
pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua warga negara. Terutama hidup di
kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak, maka
dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus,
namun mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong cerdas akan
meninggalkan SMA.”
10.
Mengarahkan
(Directing)
Teknik mengarahkan ini yaitu teknik
untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya, menyuruh
klien untuk bermain peran dengan konselor atau mengkhayalkan sesuatu. Misalnya
:
Klien : “Ayah saya sering
marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri. Akhirnya, terjadi
pertengkaran sengit.”
Konselor : “Bisakah Anda mencoba
memperlihatkan di depan saya bagaimana sikap dan kata-kata ayah Anda jika
memarahi Anda.”
Catatan
:
Dalam konseling tidak selamanya
harus menggunakan pertanyaan terbuka. Dalam hal-hal tertentu dapat pula
digunakan pertanyaan tertutup yang harus dijawab dengan kata “ya” atau “tidak”,
atau dengan kata-kata singkat.
11.
Menyimpulkan
Sementara (Summarizing)
Teknik ini yaitu teknik untuk
menyimpulkan sementara pembicaraan, sehingga arah pembicaraan semakin jelas.
Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk (1) memberikan kesempatan kepada
klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2) menyimpulkan
kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi;
(4) mempertajam fokus pada wawancara konseling. Contoh :
Konselor: “Setelah kita berdiskusi
beberapa waktu, alangkah baiknya jika disimpulkan dulu agar semakin jelas hasil
pembicaaan kita. Dari materi-materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita
sudah sampai pada dua hal. Pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah
makin jelas. Kedua, namun masih ada hambatan yang akan dihadapi, yaitu sikap
orang tua Anda yang menginginkan Anda segera menyelesaikan studi dan waktu
bekerja yang penuh sebagaimana tuntutan dari perusahaan yang akan Anda masuki.”
B.
Teknik
Umum Konseling II
1.
Memimpin
(Leading)
Leading
yaitu teknik untuk mengarahkan pembicaraan dalan wawancara konseling sehingga
tujuan konseling tercapai. Contoh dialog :
Klien : “Saya mengkin berpikir juga
tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi, bagaimana, ya?”
Konselor : “Sampai sini, kepedulian
Anda tertuju pada kuliah sambil bekerja. Mungkin Anda tinggal merinci
kepedulian itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka kepedulian Anda
juga?”
2.
Fokus
Fokus yaitu teknik untuk membantu
klien memusatkan perhatian pada pokok
pembicaraan. Pada umumnya, dalam wawancara konseling, klien akan
mengungkapan sejumlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu,
konselor seyogiyanya dapat membantu klien agar dapat menentukan apa yang fokus
dari masalah tersebut. Miasalnya, dengan mengatakan :
“Apakah tidak sebaiknya jika pokok
peembicaraan kita berkisar dulu soal hubungan Anda dengan orang tua yang kurang
harmonis.”
Ada beberapa yang dapat dilakukan
dalam teknik fokus ini, diantaranya :
a.
Fokus pada diri klien. Contoh : “Tanti, Anda tidak
yakin apa yang akan Anda lakukan.”
b.
Fokus pada orang lain. Contoh : “Roni telah membuat
kamu menderita, terangkanlah tentang dia dan apa yang telah dilakukannya?”
c.
Fokus pada topic. Contoh : “Pengguguran kandungan?
Kamu membiarkan aborsi? Pikirkanlah masak-masak dengan berbagai pertimbangan.”
d. Fokus mengenai
budaya. Contoh : “Mungkin budaya menyerah dan mengalah pada laki-laki harus diatasi sendiri oleh kaum wanita.
Wanita tak boleh menjadi objek laki- laki.”
3.
Konfrontasi
Konfrontasi yaitu teknik yang
menantang klien untuk melihat adanya
inkonsistensi antara perkataan dengan perbuatan atau bahasa badan, ide awal
dengan ide berikutnya, senyuman dengan kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya
adalah (1) mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur; (2)
meningkatkan potensi klien; (3) membawa klien kepada kesadaran adanya discrepancy; konflik, atau kontradiksi
dalam dirinya.
Penggunaan teknik ini hendaknya
dilakukan secara hati-hati, yaitu dengan
(1) member komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara dan
waktu yang tepat; (2) tidak menilai apalagi menyalahkan; serta (3) dilakukan
dengan perilaku attending dan empati.
Contoh dialog :
Klien : “Saya baik-baik saja.”
(suara rendah, wajah murung, posisi tubuh gelisah)
Konselor : “Anda mengatakan
baik-baik saja, tetapi kelihatannya ada yang tidak beres. Saya melihat ada
perbedaan antara ucapan dengan kenyataan diri.”
4.
Menjernihkan
(Clarifying)
Clarifying
yaitu teknik untuk menjernihkan
ucapan-ucapaan klien yang samar-samar, kurang jelas, dan agak meragukan.
Tujuannya adalah (1) mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas,
dengan ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis; (2)
agar klien menjelaskan, mengulang, dan mengilustrasikan perasaannya. Contoh
dialog :
Klien : “Perubahan yang terjadi di
keluarga saya membuat saya bingung. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi
pemimpin di rumah itu.”
Konselor : “Bisakah Anda menjelaskan
persoalan pokoknya? Misalnya pran ayah, ibu, atau saudara-saudara Anda.”
Catatan
:
Pada umunya, dalam wawancara konseling, klien
akan mengungkapkan sejumlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena
itu konselor seyogyanya dapat membantu klien agar dia dapat menentukan apa yang
fokus dari masalah tersebut.
5.
Memudahkan
(Facilitating)
Facilitating
yaitu teknik untuk membuka komunikasi
agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, serta
pengalaman secara bebas. Contohnya dengan perkataan: “Saya yakin Anda akan
berbicara apa adanya, karena saya akan mendengarkan dengan sebaik-baiknya.”
6.
Diam
Teknik diam dilakukan dengan cara attending, paling lama 5-10 detik. Komunikasi
yang terjadi dalam bentuk perilaku non verbal. Tujuannya adalah (1) mananti
klien sedang berpikir; (2) sebagai protes jika klien ngomong berbelit-belit;
serta (3) menunjang perilaku attending dan
empati, sehingga klien bebas bicara. Contoh dialog ;
Klien : “Saya tidak senang dengan
perilaku guru itu.”
Konselor : “….” (diam)
Klien :”Saya …. Harus bagaimana …,
Saya … tidak tahu …”
Konselor ; “….” (diam)
7.
Mengambil
Inisiatif
Teknik ini dilakukan manakalah
klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan kurang partisipatif.
Konselor mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Teknik
ini bertujuan untuk : (1) mengambil inisiatif jika klien kurang bersemangat; (2)
untuk mengambil keputusan jika klien lambat berpikir; (3) untuk meluruskan jika
klien kehilangan arah pembicaraan. Misalnya, dengan mengatakan : “Baiklah, saya
pikir Anda mempunyai satu keputusan namun masih belum keluar. Contoh Anda
renungkan kembali.”
8.
Memberi
Nasihat
Pemberian nasihat sebaiknya
dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus
mempertimbangkannya apakah pantas untuk member nasihat atau tidak. Sebab, dalam
member nasihat, tetap dijaga agar tujuan konseling, yakni kemandirian klien,
tetap harus tercapai. Contoh respons konselor terhadap permintaan klien : “Apakah dalam hal seperti ini saya pantas
untukl member nasihat pada Anda ? Sebab, dalam hal seperti ini, saya yakin Anda
lebih mengetahuinya daripada saya.”
9.
Pemberian
Informasi
Sama halnya dengan nasihat, jika
konselor tidak memiliki informasi, sebaiknya dengan jujur katakana bahwa dia
mengetahui hal itu. Kalaupun konselor mengetahuinya, sebaiknya tetap diupayakan
agar klien mengusahakannya. Misalnya, dengan mengatakan : “Mengenai berapa
biaya masuk ke Universitas Negeri Jakarta,
saya sarankan Anda bisa langsung bertanya ke pihak UNJ atau Anda berkunjung
ke situs www.unj.com
di internet.”
Catatan :
Pemberian nasihat
sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap
harus mempertimbangkan apakah pantas untuk member nasihat atau tidak. Sebab,
dalam member nasihat, tetap dijaga agar
tujuan konseling, yakni kemandirian klien, harus tetap tercapai.
10.
Merencanakan
Teknik ini digunakan menjelang
akhir sesi konselinguntuk membantu agar klien dapat membuat rencana tindakan (action), perbhuatan yang produktif
untuk kemajuan klien. Misalnya, dengan berkata, “Nah, apakah tidak lebih baik
jika Anda mulai menyusun rencana yang baik dengan berpedoman pada hasil
pembicaraan kita sejak tadi.”
11.
Menyimpulkan
Teknik ini digunakan untuk
menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut (1) bagaimana keadaan perasaan
klien saat ini, terutama mengenai kecemasan; (2) memantapkan rencana klien; (3)
pemahaman baru klien; dan (4) pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya
pada sesi berikutnya, jika pandangan masih perlu dilakukan koseling lanjutan.
C.
Teknik
Khusus Konseling
Dalam konseling, disamping
menggunakan teknik-teknik umu, dalam hal-hal tertentu dapat menggunakan
teknik-teknik khusus. Teknik-teknik khusus ini dikembangkan dari berbagai
pendekatan konseling, seperti pendekatan behaviorism,
rational emotive therapy, gestalt, dan sebagainya. Berikut ini akan
disampaikan beberapa teknik-teknik khusus konseling.
1.
Latihan
Asertif
Teknik ini digunakan untuk melatih
klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah
layak dan benar. Latihan ini terutama berguna, di antaranya, untuk membantu
individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan
menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi, dan respons positif lainnya.
Cara yang digunakan adalah dengan
permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat
diterapkan dalam latihan asertif ini.
2.
Desensitisasi
Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan
teknik konseling behavioral yang memfokuskan bantuan untuk menenangkan klien
dari keterangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi
teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang diperkuat secara negatif dan
menyertakan respons yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.
Dengan pengondisian klasik, respons-respons yang tidak dikehendaki dapat
dihilangkan secara bertahap. Jadi, desensitisasi sistematis, hakikatnya,
merupakan teknik relaksasi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang
diperkuat secara negatif. Biasanya, ini merupakan kecemasan, dan ia menyertakan
respons yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.
Catatan :
Desensitisasi sistematis, hakikatnya,
merupakan teknik relaksasi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang
diperkuat secara negative. Baiasanya, ini merupakan kecemasan, dan ia
menyertakan respons yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.
3.
Pengondisian
Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk
menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan
kepekaan klien agar mengamati respons pada stimulus yang disenanginya dengan
kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan
tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak
dikehendaki kemunculannya. Dari pengondisian ini diharapkan terbentuknya
asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak
menyenangkan.
4.
Pembentukan
Perilaku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk
membentuk perilaku baru pada klien dan memperkuat perilaku yang sudah
terbentuk. Dalam hal ini, konselor menunjukkan kepada klien tentang perilaku
model. Teknik ini dapat dilakukan dengan menggunakan model audio, model fisik,
model hidup, atau lainnya yang teramati dan dipahami jelas perilaku yang hendak
dicontoh. Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor.
Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
5.
Permainan
Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara
klien dikondisikan untuk mendialogkan dua kecenderungan yang saling
bertentangan, yaitu kecenderungan topdog
dan kacenderungan underdog. Contohnya
:
a.
Kecenderungan orang tua
lawan kecenderungan anak
b.
Kecenderungan
bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh
c.
Kecenderungan “anak
baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”
d.
Kecenderungan otonom
lawan kecenderungan tergantung
e.
Kecenderungan kuat atau
tegar lawan kecenderungan lemah
Melalui dialog yang kontradiktif
ini, menurut pandangan Gestalt, pada akhirnya, klien akan mengarahkan dirinya
pada suatu posisi dimana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog
ini dapat dilaksanakann dengan menggunakan teknilk “kursi kosong”.
6.
Latihan
Saya Bertanggung Jawab
Teknik ini merupakan teknik yang
dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima
perasaan-perasaannya daripada memperoyeksikan perasaannya itu kepada orang
lain. Dalam teknik ini, konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan
dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat: “… dan saya
bertanggung jawab atas hal itu.”
Misalnya :
· “Saya
merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu.”
· “Saya
tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab
atas ketidaktahuan itu.”
· “Saya
malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu.”
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi
menurut Gestalt, hal ini akan membantu meningkatkan kesadaran klien akan
perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
7.
Bermain
Proyeksi
Proyeksi yaitu memantulkan kepada
orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau
menerimanya; mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkan
kepada orang lain. Sering terjadi perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada
orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam teknik bemain proyeksi,
konselor meminta kepada klien untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang
diproyeksikan kepada orang lain.
8.
Teknik
Pembalikan
Gejala-gejala
dan perilaku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dorongan-dorongan
yang mendasarinya. Dalam teknik ini, konselor meminta klien untuk memainkan
peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya. Misalnya,
konselor member kesempatan kepada klien untuk memainkan peran “exhibitionist” bagi klien pemalu yang
berlebihan.
9.
Bertahan
dengan Perasaan
Teknik
ini dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau suasana hati
yang tidak menyenagkan, atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong
klien untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan
klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari
perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan.
Dalam
hal ini, konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau
kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang, dan mendorong klien untuk menyelam
lebih dalam ke dalam tingkah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang
lebih baru tidak cukup hanya mengkonfortasi dan menghadapi perasaan-perasaan
yang ingin dihindarinya, tetapi membuat keberanian dan pengalaman untuk
bertahan dalam kesaktian peerasaan yang ingin dihidainya itu.
10.
Home
Work Assignments
Teknik ini yaitu
teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih,
membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut
pola perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien
diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide perasaan-perasaan yang
tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang
ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, serta mengadakan
latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan.
Pelaksanaan home work assignment yang diberikan
konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka denga konselor.
Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung
jawab, kepercayaan pada diri sendiri, serta kemampuan untuk pengarahan diri,
pengelolaan diri klien, dan mengurangi ketergantungan kepada konselor.
11.
Adaptive
Teknik
ini digunakan untuk melatih,mendorong, dan membiasakan klien untuk terus
–menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku yang diinginkan. Latihan-latihan
yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
12.
Bermain
Peran
Teknik ini
digunakan untuk mengekpresikan berbagai jenis perasaan yang menekan
(perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian
rupa, sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui
peran tertentu.
Catatan
:
Untuk membuka
dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak
cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin
dihindari, tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam
kesakitan perasaan yang ingin dihindari itu.
13.
Imitasi
Teknik untuk menirukan secara
terus-menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan
menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif. Khususnya dalam teknik
wawancara, menurut Nurhadi, ada beberapa teknik yang bisa digunakan. Berikut
penjelasannya.
a.
Pendekatan
Directive (Counselor Centered)
Konselor yang mempergunakan metode
ini membantu memecahkan masalah konseli dengan secara sadar mempergunakan
sumber-sumber intelektualnya. Tujuan utama dari metode ini adalah membantu
konseli mengganti tingkah laku emosional dan implusif dengan tingkah laku yang
rasional. Lepasnya tegangan-tegangan dan didapatnya “insight” dipandang sebagai suatu hal yang penting.
Di dalam membantu memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi konseli denganrasional, konselor tidak boleh
bersikap otoriter dan menuduh, walaupun dikatakan direktif. Larangan-larangan
yang langsung, petuah dan didaktis, dan petuah yang sifatnya mengatur sebaiknya
dihindari.
Konsep direktif meliputi bahwa konseli membutuhkan bantuan dan
konselor membantu menemukan apa yang
menjadi masalahnya dan apa yang mesti kerjakan. Teknik-teknik yang bisa digunakan
antara lain : (i) informasi tentang dirinya, hal ini digunakan
untukmengkonfrontasikan antara infoemasi yang diberikan dengan kenyataan yang
ada. Dari sini, konseli iharapkan mampu mengevaluasi kembali sikapnya; (ii) case history digunakan sebagai alat
diagnosis dan therapeutic dengan
tujuan membantu dalam “rapport”, mengembangkan
kartatis, memberikan keyakinan kembali, dan kembali mengembangkan “insight”; dan (iii) konflik yang
digunakan sebagai alat therapeutic. Situasi
konflik sengaja ditimbulkan, konseli dihadapkan pada situasi yang memancing
sikapnya dalam menghadapi realitas dan konseli dimotivasi untuk memecahkannya.
b. Pendekatan Nondirective (Client Centered)
Pada teknik ini,konseli diberi
kesempatan untuk memimpin wawancara dan memikul sebagian besar dari tanggung
jawab atas pemecahan masalahnya. Beberapa ciri-cirinya, antara lain : (a)
konseli bebas untuk mengekspresikan dirinya; (b) konseli menerima, mengetahui,
menjelaskan, mengulang lebih secara objektif pertanyaan-pertanyaan dari
konseli; (c) konseli ditolong untuk makin mengenal diri sendiri; dan (d)
konseli membuat asal-usul yang berhubungan dengan pemecahan masalahnya.
Salah satu keuntungan terbesar dari
metode ini adalah mengurangi ketergantungan konseli. Bahkan, memberikan
pelepasan emosi yang dalam dan member lebih banyak kesempatan untuk pertumbuhan
“self sufficiency”.
Sebenarnya, masih ada satu lagi
metode yang dikenal dengan pendekatan
yang eclectic. Dalam pendekatan ini, konselor mempergunakan cara-cara yang
dinggap baik atau tepat, yang disesuaikan dengan konseli dan masalahnya. Dengan
demikian, konselor dapat menggunakan kedua teknik tersebut di atas dalam satu counseling session yang berarti konselor
menggunakan teknik-teknik membei saran, nasihat, dorongan, dan member konseli.
Teknik-teknik seperti telah dijelaskan
tadi, dalam dunia pendidikan, digunakan untuk mendiagnosis problem-problem
kesiswaan yang terjadi. Seorang konselor harus mampu mendiagnosis
masalah-masalah siswa, misalnya dalam hal kesulitan belajar. Konselor harus
mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, memahami sifat dan
jenis kesulitan belajarnya, menetapkan usaha-usaha bantuan, bagaimana tindak
lanjutnya, dan lain-lain. Kemampuan ini akan terus dikembangkan demi
peningkatan profesionalitas konselor dan peningkatan kualitas sekolah.
Teknik umum 1,2, dan teknik khusus
di atas harus dipelajari secara serius oleh konselor. Jangan sampai teknik yang banyak dan kaya di
atas hanya sebagai pajangan saja. Dibutuhkan keberanian untuk memperaktikkan,
menilai, dan mengembangkannya. Dari eksperimentasi terus-menerus itu, seorang
konselor akan mempunyai talenta konseling yang menyatu dalam jiwanya (inheren).
Sehingga, dalam keadaan apa pun, secara refleks, kemampuan tersebut muncul dari
dirinya.
Aspek pengasahan terus-menerus akan
memunculkan kemampuan hebat yang tidak disangka-sangka sebelumnya. Di sinilah
hebatnya faktor konsistensi dalam melakukan sesuatu. Prestasi yang dilahirkan
dari konsistensi ini tidak terbayangkan sebelumnya, bahkan oleh si pelakunya
sendiri, apalagi orang lain.
Catatan
:
Di dalam membantu memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi konselidengan rasional, konselor tidak boleh
bersikap otoriter dan menuduh, walaupun dikatakan direktif. Larangan-larangan
yang langsung, petuah yang didaktis, dan petuah yang sifatnya mengatur
sebaliknya dihindari.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
•
Teknik adalah cara,
langkah atau metode yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Bimbingan
adalah mengarahkan, memandu, mengelola dan menyetir atau dapat diartikan pula
sebagai bantuan atau pertolongan. Sedangkan Konseling upaya untuk membantu
individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan
konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat
keputusan dan menetukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga
konseli merasa bahagia dan efektif prilakunya.
•
Teknik bimbingan
konseling adalah cara ataupun metode yang dilakukan untuk membantu, mengarahkan
ataupun memandu seseorang atau sekelompok orang agar menyadari dan mengembangkan
potensi-potensi dirinya, serta mampu mengambil sebuah keputusan dan menetukan
tujuan hidupnya dengan cara berinteraksi atau bertatap muka.
•
Macam-macam teknik
bimbingan konseling antara lain teknik umum dan teknik khusus. Teknik umum
adalah teknik yang lazim digunakan dalam tahap-tahap konseling dan merupakan
dasar konseling yang harus dikuasai oleh konselor. Sedangkan teknik khusus
adalah teknik yang dikembangkan dari berbagai pendekatan konseling seperti
pedekatan behaviorism, rational emotive therapy, gestalt dan sebagainya.
3.2
Saran
Teknik-teknik
dalam bimbingan konseling sangat penting untuk dipelajari dan dipahami dalam
proses belajar mengajar di karenakan dengan kita mengetahui dan mempelajari
teknik-teknik bimbingan konseling kita mampu berpikir dengan baik dalam
mengambil sebuah keputusan dengan bijak sehingga cara ataupun metode yang
digunakan dalam menyelesaikan permasalahan dapat membantu, dan dapat
mengarahkan seseorang atau kelompok agar menyadari dan mengembangkan
potensi-potensi dirinya supaya bisa menentukan tujuan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Asman, Jamal Ma’mur. 2010. Panduan Efekif Bimbingan dan
Konseling Di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press
Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah, dari Unit
Birokrasi ke Lembaga Akademik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 1
E. Mulyana, Menjadi Kepala Sekolah Profesional,
(Bandung:Rosda Kara, 2007), hlm. 5-6
Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2008. Landasan
Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Prayitno& Amti Erman. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan
Konseling.PT. Rineka Cipta Jakarta, hlm. 5
Nurihsan, A. Juntika. 2007. Bimbingan & Konseling
dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama. hlm 20
[1] Sudarwan Danim, Visi Baru
Manajemen Sekolah, dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), hlm. 1
[3] Prayitno& Amti Erman. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan
Konseling.PT. Rineka Cipta Jakarta,
hlm. 5
[4] Nurihsan, A. Juntika. 2007. Bimbingan & Konseling dalam
Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama. hlm 20
0 comments:
Post a Comment