PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN DI NEGARA JEPANG
BAB I
PENDAHULUAN
1. Etimologi
Jepang disebut Nippon atau Nihon dalam bahasa Jepang.
Kedua kata ini ditulis dengan huruf
kanji yang sama, yaitu 日本 (secara harfiah: asal-muasal matahari). Sebutan Nippon sering digunakan dalam urusan resmi, termasuk
nama negara dalam uang Jepang, prangko, dan pertandingan olahraga internasional. Sementara itu, sebutan Nihon digunakan dalam
urusan tidak resmi seperti pembicaraan sehari-hari.
Kata Nippon dan Nihon berarti "negara/negeri matahari
terbit". Nama ini disebut dalam korespondensi Kekaisaran Jepang dengan Dinasti
Sui di Cina, dan merujuk kepada letak Jepang
yang berada di sebelah timur daratan Cina. Sebelum Jepang memiliki hubungan
dengan Cina, negara ini dikenal sebagai Yamato (大和).[12] Di Cina pada zaman
Tiga Negara, sebutan untuk Jepang adalah negara Wa
(倭).
Dalam bahasa
Cina dialek Shanghai yang termasuk salah satu
dialek Wu, aksara Cina 日本 dibaca sebagai Zeppen ([zəʔpən]). Dalam dialek Wu, aksara 日 secara tidak resmi dibaca sebagai [niʔ] sementara secara resmi dibaca sebagai [zəʔ]. Dalam beberapa dialek Wu Selatan, 日本 dibaca sebagai [niʔpən] yang mirip dengan nama dalam bahasa Jepang.
Kata Jepang dalam bahasa
Indonesia kemungkinan berasal dari bahasa Cina,
tepatnya bahasa Cina dialek
Wu tersebut. Bahasa Melayu kuno juga menyebut
negara ini sebagai Jepang (namun ejaan bahasa
Malaysia sekarang: Jepun). Kata Jepang dalam
bahasa Melayu ini kemudian dibawa ke Dunia Barat oleh pedagang Portugis, yang mengenal sebutan ini ketika berada di Malaka pada abad ke-16. Mereka lah yang pertama kali memperkenalkan nama bahasa
Melayu tersebut ke Eropa. Dokumen tertua dalam bahasa Inggris yang menyebut
tentang Jepang adalah sepucuk surat dari tahun 1565, yang di dalamnya
bertuliskan kata Giapan.
2. Sejarah
2.1 Prasejarah
Penelitian arkeologi menunjukkan bahwa Jepang telah dihuni manusia
purba setidaknya 600.000 tahun yang lalu, pada
masa Paleolitik Bawah. Setelah beberapa zaman es yang terjadi pada masa jutaan tahun yang lalu, Jepang beberapa kali
terhubung dengan daratan Asia melalui jembatan darat (dengan Sakhalin di utara, dan kemungkinan Kyushu di selatan), sehingga memungkinkan perpindahan manusia, hewan, dan
tanaman ke kepulauan Jepang dari wilayah yang kini merupakan Republik Rakyat Cina dan Korea. Zaman Paleolitik Jepang menghasilkan
peralatan bebatuan yang telah dipoles yang pertama di dunia, sekitar tahun
30.000 SM.
Dengan berakhirnya zaman es terakhir dan datangnya periode yang lebih
hangat, kebudayaan Jomon muncul pada sekitar 11.000 SM, yang bercirikan gaya hidup pemburu-pengumpul semi-sedenter Mesolitik hingga Neolitik dan pembuatan kerajinan
tembikar terawal di dunia. Diperkirakan bahwa
penduduk Jomon merupakan nenek moyang suku Proto-Jepang dan suku Ainu masa kini.
Dimulainya periode Yayoi pada sekitar 300 SM menandai kehadiran teknologi-teknologi baru seperti bercocok tanam padi di sawah yang berpengairan dan teknik pembuatan perkakas dari besi dan perunggu yang dibawa serta migran-migran dari Cina
atau Korea.
Dalam sejarah Cina, orang Jepang pertama kali disebut dalam naskah
sejarah klasik, Buku Han yang ditulis tahun 111. Setelah periode Yayoi disebut periode Kofun pada sekitar tahun 250, yang bercirikan didirikannya negeri-negeri militer yang kuat. Menurut Catatan Sejarah Tiga Negara, negara paling berjaya di kepulauan Jepang waktu itu adalah Yamataikoku.
2. 2 Zaman Klasik
Bagian sejarah Jepang meninggalkan dokumen tertulis dimulai pada abad
ke-5 dan abad
ke-6 Masehi, saat sistem tulisan Cina, agama
Buddha, dan kebudayaan Cina lainnya dibawa masuk ke
Jepang dari Kerajaan Baekje di Semenanjung
Korea.
Perkembangan selanjutnya Buddhisme di Jepang dan seni ukir rupang sebagian besar dipengaruhi oleh Buddhisme Cina. Walaupun awalnya kedatangan agama
Buddha ditentang penguasa yang menganut Shinto, kalangan yang berkuasa akhirnya ikut memajukan agama Buddha di
Jepang, dan menjadi agama yang populer di Jepang sejak zaman
Asuka.
Melalui perintah Reformasi
Taika pada tahun 645, Jepang menyusun ulang sistem pemerintahannya dengan mencontoh dari
Cina. Hal ini membuka jalan bagi filsafat Konfusianisme Cina untuk menjadi dominan di Jepang hingga abad
ke-19.
Periode
Nara pada abad
ke-8 menandai sebuah negeri Jepang dengan
kekuasaan yang tersentralisasi. Ibu kota dan istana kekaisaran berada di Heijo-kyo (kini Nara). Pada zaman Nara, Jepang secara terus
menerus mengadopsi praktik administrasi pemerintahan dari Cina. Salah satu
pencapaian terbesar sastra Jepang pada zaman Nara adalah selesainya buku
sejarah Jepang yang disebut Kojiki (712) dan Nihon
Shoki (720).
Pada tahun 784, Kaisar
Kammu memindahkan ibu kota ke Nagaoka-kyō, dan berada di sana hanya selama 10 tahun.
Setelah itu, ibu kota dipindahkan kembali ke Heian-kyō (kini Kyoto). Kepindahan ibu kota ke Heian-kyō mengawali
periode Heian yang merupakan masa keemasan kebudayaan
klasik asli Jepang, terutama di bidang seni, puisi dan sastra Jepang. Hikayat
Genji karya Murasaki
Shikibu dan lirik lagu kebangsaan Jepang Kimi ga
Yo berasal dari periode Heian.
2.3 Zaman Pertengahan
Abad pertengahan di Jepang merupakan zaman feodalisme yang ditandai oleh perebutan kekuasaan antarkelompok penguasa yang
terdiri dari ksatria yang disebut samurai. Pada tahun 1185, setelah menghancurkan klan
Taira yang merupakan klan saingan klan Minamoto, Minamoto no Yoritomo diangkat sebagai shogun, dan menjadikannya pemimpin militer yang berbagi kekuasaan dengan
Kaisar. Pemerintahan militer yang didirikan Minamoto no Yoritomo disebut Keshogunan Kamakura karena pusat pemerintahan berada di Kamakura (di
sebelah selatan Yokohama masa kini). Setelah wafatnya Yoritomo, klan
Hōjō membantu keshogunan sebagai shikken, yakni semacam adipati bagi para shogun. Keshogunan Kamakura berhasil menahan serangan Mongol dari wilayah Cina kekuasaan Mongol pada tahun 1274 dan 1281. Meskipun
secara politik terbilang stabil, Keshogunan Kamakura akhirnya digulingkan oleh
Kaisar Go-Daigo yang memulihkan kekuasaan di tangan kaisar. Kaisar Go-Daigo akhirnya
digulingkan Ashikaga
Takauji pada 1336. Keshogunan Ashikaga gagal
membendung kekuatan penguasa militer dan tuan tanah feodal (daimyo) dan pecah perang saudara pada tahun 1467 (Perang
Ōnin) yang mengawali masa satu abad yang diwarnai
peperangan antarfaksi yang disebut masa negeri-negeri saling berperang atau periode Sengoku.
Pada abad
ke-16, para pedagang dan misionaris Serikat
Yesuit dari Portugal tiba untuk pertama kalinya di
Jepang, dan mengawali pertukaran perniagaan dan kebudayaan yang aktif antara
Jepang dan Dunia
Barat (Perdagangan dengan Nanban). Orang Jepang menyebut orang asing dari Dunia Barat sebagai namban
yang berarti orang barbar dari selatan.
Oda
Nobunaga menaklukkan daimyo-daimyo pesaingnya dengan
memakai teknologi Eropa dan senjata
api. Nobunaga hampir berhasil menyatukan Jepang
sebelum tewas terbunuh dalam Peristiwa Honnōji 1582. Toyotomi Hideyoshi menggantikan Nobunaga, dan mencatatkan dirinya sebagai pemersatu Jepang
pada tahun 1590. Hideyoshi berusaha menguasai Korea, dan dua kali melakukan invasi ke Korea, namun gagal setelah kalah dalam pertempuran melawan pasukan Korea yang dibantu kekuatan Dinasti
Ming. Setelah Hideyoshi wafat, pasukan Hideyoshi
ditarik dari Semenanjung Korea pada tahun 1598.
Sepeninggal Hideyoshi, putra Hideyoshi yang bernama Toyotomi Hideyori mewarisi kekuasaan sang ayah. Tokugawa
Ieyasu memanfaatkan posisinya sebagai adipati bagi
Hideyori untuk mengumpulkan dukungan politik dan militer dari daimyo-daimyo
lain. Setelah mengalahkan klan-klan pendukung Hideyori dalam Pertempuran Sekigahara tahun 1600, Ieyasu diangkat sebagai shogun pada tahun 1603.
Pemerintahan militer yang didirikan Ieyasu di Edo (kini Tokyo) disebut Keshogunan Tokugawa. Keshogunan Tokugawa curiga terhadap kegiatan misionaris Katolik, dan melarang segala hubungan dengan orang-orang Eropa. Hubungan
perdagangan dibatasi hanya dengan pedagang Belanda di Pulau Dejima, Nagasaki. Pemerintah Tokugawa juga menjalankan
berbagai kebijakan seperti undang-undang buke
shohatto untuk mengendalikan daimyo di daerah. Pada
tahun 1639, Keshogunan Tokugawa mulai menjalankan kebijakan sakoku ("negara tertutup") yang berlangsung selama dua setengah abad
yang disebut periode
Edo. Walaupun menjalani periode isolasi, orang
Jepang terus mempelajari ilmu-ilmu dari Dunia Barat. Di Jepang, ilmu dari
buku-buku Barat disebut rangaku (ilmu belanda) karena berasal dari kontak orang Jepang dengan enklave
orang Belanda di Dejima, Nagasaki. Pada periode Edo, orang Jepang juga memulai
studi tentang Jepang, dan menamakan "studi nasional" tentang Jepang
sebagai kokugaku.
2.4 Zaman Modern
Pada 31 Maret 1854, kedatangan Komodor Matthew
Perry dan "Kapal
Hitam" Angkatan Laut Amerika Serikat memaksa Jepang untuk membuka diri terhadap Dunia Barat melalui Persetujuan Kanagawa. Persetujuan-persetujuan selanjutnya dengan negara-negara Barat pada
masa Bakumatsu membawa Jepang ke dalam krisis ekonomi dan
politik. Kalangan samurai menganggap Keshogunan Tokugawa sudah melemah, dan
mengadakan pemberontakan hingga pecah Perang
Boshin tahun 1867-1868. Setelah Keshogunan Tokugawa ditumbangkan,
kekuasaan dikembalikan ke tangan kaisar (Restorasi
Meiji) dan sistem domain dihapus. Semasa Restorasi Meiji, Jepang mengadopsi sistem politik, hukum, dan
militer dari Dunia Barat. Kabinet
Jepang mengatur Dewan Penasihat Kaisar, menyusun Konstitusi
Meiji, dan membentuk Parlemen
Kekaisaran. Restorasi Meiji mengubah Kekaisaran Jepang menjadi negara industri modern dan sekaligus kekuatan militer dunia
yang menimbulkan konflik militer ketika berusaha memperluas pengaruh teritorial
di Asia. Setelah mengalahkan Cina dalam Perang Sino-Jepang dan Rusia dalam Perang Rusia-Jepang, Jepang menguasai Taiwan, separuh dari Sakhalin, dan Korea.
Pada awal abad
ke-20, Jepang mengalami "demokrasi Taisho" yang dibayang-bayangi bangkitnya ekspansionisme dan militerisme Jepang. Semasa Perang
Dunia I, Jepang berada di pihak Sekutu yang
menang, sehingga Jepang dapat memperluas pengaruh dan wilayah kekuasaan. Jepang
terus menjalankan politik ekspansionis dengan menduduki Manchuria pada tahun 1931. Dua tahun kemudian, Jepang keluar dari Liga Bangsa-Bangsa setelah mendapat kecaman
internasional atas pendudukan Manchuria. Pada tahun 1936, Jepang menandatangani Pakta Anti-Komintern dengan Jerman
Nazi, dan bergabung bergabung bersama Jerman dan
Italia membentuk Blok
Poros pada tahun 1941
Pada tahun 1937, invasi Jepang ke Manchuria memicu terjadinya Perang Sino-Jepang Kedua (1937-1945) yang membuat Jepang dikenakan embargo minyak oleh Amerika Serikat. Pada 7 Desember 1941, Jepang menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika
Serikat di Pearl
Harbor, dan menyatakan perang terhadap Amerika
Serikat, Inggris, dan Belanda. Serangan Pearl Harbor menyeret AS ke dalam Perang Dunia II. Setelah kampanye militer yang panjang di Samudra
Pasifik, Jepang kehilangan wilayah-wilayah yang
dimilikinya pada awal perang. Amerika Serikat melakukan pengeboman strategis
terhadap Tokyo, Osaka dan kota-kota besar lainnya. Setelah AS menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15
Agustus 1945 (Hari Kemenangan atas Jepang).
Perang membawa penderitaan bagi rakyat Jepang dan rakyat di wilayah
jajahan Jepang. Berjuta-juta orang tewas di negara-negara Asia yang diduduki
Jepang di bawah slogan Kemakmuran Bersama Asia. Hampir semua industri dan infrastruktur di Jepang hancur akibat
perang. Pihak Sekutu melakukan repatriasi besar-besaran etnik
Jepang dari negara-negara Asia yang pernah diduduki
Jepang. Pengadilan
Militer Internasional untuk Timur Jauh yang
diselenggarakan pihak Sekutu mulai 3 Mei 1946 berakhir dengan dijatuhkannya
hukuman bagi sejumlah pemimpin Jepang yang terbukti bersalah melakukan kejahatan
perang.
Pada tahun 1947, Jepang memberlakukan Konstitusi
Jepang yang baru. Berdasarkan konstitusi baru,
Jepang ditetapkan sebagai negara yang menganut paham pasifisme dan mengutamakan praktik demokrasi
liberal. Pendudukan AS terhadap Jepang secara resmi
berakhir pada tahun 1952 dengan ditandatanganinya Perjanjian San Francisco.Walaupun demikian, pasukan AS tetap mempertahankan pangkalan-pangkalan
penting di Jepang, khususnya di Okinawa. Perserikatan Bangsa-Bangsa secara secara resmi menerima Jepang sebagai anggota pada tahun 1956.
Seusai Perang Dunia II, Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, dan menempatkan Jepang sebagai kekuatan ekonomi terbesar
nomor dua di dunia, dengan rata-rata pertumbuhan produk domestik bruto sebesar 10% per tahun selama empat dekade. Pesatnya pertumbuhan ekonomi
Jepang berakhir pada awal tahun 1990-an setelah jatuhnya ekonomi gelembung.
3. Politik
3.1 Parlemen
Jepang menganut sistem negara monarki konstitusional yang sangat membatasi kekuasaan Kaisar
Jepang. Sebagai kepala negara seremonial, kedudukan
Kaisar Jepang diatur dalam konstitusi sebagai "simbol negara dan pemersatu rakyat". Kekuasaan
pemerintah berada di tangan Perdana Menteri Jepang dan anggota terpilih Parlemen
Jepang, sementara kedaulatan sepenuhnya berada di
tangan rakyat Jepang.
Kaisar Jepang bertindak sebagai kepala
negara dalam urusan diplomatik.
Parlemen Jepang adalah parlemen dua kamar yang dibentuk mengikuti sistem Inggris. Parlemen Jepang
terdiri dari Majelis Rendah dan Majelis Tinggi. Majelis Rendah Jepang terdiri dari 480 anggota dewan. Anggota majelis
rendah dipilih secara langsung oleh rakyat setiap 4 tahun sekali atau setelah
majelis rendah dibubarkan. Majelis Tinggi Jepang terdiri dari 242 anggota dewan
yang memiliki masa jabatan 6 tahun, dan dipilih langsung oleh rakyat.
Warganegara Jepang berusia 20 tahun ke atas memiliki hak untuk memilih.
Kabinet Jepang beranggotakan Perdana Menteri dan para menteri. Perdana Menteri adalah salah seorang anggota parlemen
dari partai mayoritas di Majelis Rendah. Partai Demokrat Liberal (LDP) berkuasa di Jepang sejak 1955, kecuali pada tahun 1993. Pada
tahun itu terbentuk pemerintahan koalisi yang hanya berumur singkat dengan partai oposisi. Partai oposisi
terbesar di Jepang adalah Partai Demokratik Jepang.
Perdana Menteri Jepang adalah kepala pemerintahan. Perdana Menteri diangkat melalui pemilihan di antara anggota Parlemen.
Bila Majelis Rendah dan Majelis Tinggi masing-masing memiliki calon perdana
menteri, maka calon dari Majelis Rendah yang diutamakan. Pada praktiknya,
perdana menteri berasal dari partai mayoritas di parlemen. Menteri-menteri
kabinet diangkat oleh Perdana Menteri. Kaisar Jepang mengangkat Perdana Menteri
berdasarkan keputusan Parlemen Jepang, dan memberi persetujuan atas
pengangkatan menteri-menteri kabinet. Perdana Menteri memerlukan dukungan dan kepercayaan
dari anggota Majelis Rendah untuk bertahan sebagai Perdana Menteri.
3.2 Keluarga kekaisaran
Kaisar Akihito dan Permaisuri Michiko (tampak tengah), serta Pangeran Naruhito dan istri (di sebelah
Kaisar Akihito dan Permaisuri Michiko (tampak tengah), serta Pangeran Naruhito dan istri (di sebelah
kanan).
Keluarga kekaisaran Jepang
Keluarga kekaisaran Jepang
Kaisar Akihito adalah Kaisar Jepang yang sekarang. Kaisar
Akihito naik takhta sebagai kaisar ke-125 setelah ayahandanya, Kaisar Hirohito mangkat pada 7 Januari 1989. Upacara
kenaikan tahta Kaisar Akihito dilangsungkan pada 12 November 1990. Putra
Mahkota Naruhito, menikah dengan Putri Mahkota Masako yang berasal dari kalangan rakyat biasa, dan
dikaruniai anak perempuan bernama Aiko (Putri Toshi). Adik dari Putra Mahkota Naruhito bernama Pangeran Akishino, menikah dengan Kiko Kawashima yang juga berasal dari rakyat biasa.
Pangeran Akishino memiliki dua anak perempuan (Putri Mako dan Putri Kako), serta anak laki-laki bernama Pangeran Hisahito.
4. Geografi
Jepang memiliki lebih dari 3.000 pulau yang terletak di pesisir Lautan Pasifik di timur benua Asia. Istilah Kepulauan
Jepang merujuk kepada empat pulau besar, dari utara
ke selatan, Hokkaido, Honshu, Shikoku, dan Kyushu, serta Kepulauan
Ryukyu yang berada di selatan Kyushu. Sekitar 70%
hingga 80% dari wilayah Jepang terdiri dari pegunungan yang berhutan-hutan, dan
cocok untuk pertanian, industri, serta permukiman. Daerah yang curam berbahaya
untuk dihuni karena risiko tanah longsor akibat gempa bumi, kondisi tanah yang
lunak, dan hujan lebat. Oleh karena itu, permukiman penduduk terpusat di
kawasan pesisir. Jepang termasuk salah satu negara berpenduduk terpadat di dunia.
Gempa bumi berkekuatan rendah dan sesekali letusan gunung berapi sering
dialami Jepang karena letaknya di atas Lingkaran Api Pasifik di pertemuan tiga lempeng
tektonik. Gempa
bumi yang merusak sering menyebabkan tsunami. Setiap abadnya, di Jepang terjadi beberapa kali tsunami. Gempa bumi
besar yang terjadi akhir-akhir ini di Jepang adalah Gempa bumi Chūetsu 2004 dan Gempa bumi besar Hanshin tahun 1995. Keadaan geografi menyebabkan Jepang memiliki banyak sumber
mata air panas, dan sebagian besar di antaranya telah dibangun
sebagai daerah tujuan wisata.
Jepang berada di kawasan beriklim sedang dengan pembagian empat musim
yang jelas. Walaupun demikian, terdapat perbedaan iklim yang mencolok antara
wilayah bagian utara dan wilayah bagian selatan. Pada musim
dingin, Jepang bagian utara seperti Hokkaido
mengalami musim salju, namun sebaliknya wilayah Jepang bagian selatan beriklim
subtropis. Iklim juga dipengaruhi tiupan angin musim yang bertiup dari benua Asia ke Lautan
Pasifik pada musim dingin, dan sebaliknya pada musim
panas.
Iklim Jepang terbagi atas enam zona iklim:
- Hokkaido: Kawasan paling utara beriklim sedang dengan musim dingin yang panjang dan membekukan, serta musim panas yang sejuk. Presipitasi tidak besar, namun salju banyak turun ketika musim dingin.
- Laut Jepang: Di pantai barat Pulau Honshu, tiupan angin dari barat laut membawa salju yang sangat lebat. Pada musim panas, kawasan ini lebih sejuk dibandingkan kawasan Pasifik. Walaupun demikian, suhu di kawasan ini kadangkala dapat menjadi sangat tinggi akibat fenomena angin fohn.
- Dataran Tinggi Tengah: Wilayah ini beriklim pedalaman dengan perbedaan suhu rata-rata musim panas-musim dingin yang sangat mencolok. Perbedaan suhu antara malam hari dan siang hari juga sangat mencolok.
- Laut Pedalaman Seto: Barisan pegunungan di wilayah Chugoku dan Shikoku menghalangi jalur tiupan angin musim, sehingga kawasan ini sepanjang tahun beriklim sedang.
- Samudra Pasifik: Kawasan pesisir bagian timur Jepang mengalami musim dingin yang sangat dingin, namun tidak banyak turun salju. Sebaliknya, musim panas menjadi begitu lembap akibat tiupan angin musim dari tenggara.
- Kepulauan Ryukyu: Kepulauan di barat daya Jepang termasuk Kepulauan Ryukyu beriklim subtropis, hangat sewaktu musim dingin dan suhu yang tinggi sepanjang musim panas. Presipitasi sangat tinggi, terutama selama musim hujan. Taifun sangat sering terjadi.
Suhu
tertinggi yang pernah tercatat di Jepang adalah 40,9 °C (105,6 °F)
pada 16 Agustus 2007.
Musim
hujan dimulai
lebih awal di Okinawa, yakni sejak awal Mei. Garis depan musim hujan bergerak
ke utara, namun berakhir di Jepang utara sebelum mencapai Hokkaido. Di sebagian
besar wilayah Honshu, awal musim hujan dimulai pertengahan Juni dan berlangsung
selama enam minggu. Taifun sering terjadi sepanjang September dan Oktober.
Penyebabnya adalah tekanan tropis di garis khatulistiwa yang bergerak dari
barat daya ke timur laut, dan sering membawa hujan yang sangat lebat.
5.
Hubungan luar negeri dan militer
Jepang memiliki hubungan
ekonomi dan militer yang erat dengan Amerika
Serikat, dan menjalankan kebijakan luar negeri berdasarkan pakta
keamanan Jepang-AS. Sejak diterima menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1956, Jepang telah sepuluh kali menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, termasuk tahun 2009-2010. Jepang adalah salah satu negara G4 yang sedang mengusulkan perluasan anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Sebagai negara anggota G8, APEC, ASEAN Plus 3, dan
peserta Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur, Jepang aktif dalam hubungan internasional dan mempererat persahabatan
Jepang dengan negara-negara lain di seluruh dunia. Pakta pertahanan dengan Australia ditandatangani pada Maret 2007, dan dengan India pada Oktober 2008. Pada tahun 2007, Jepang adalah negara donor Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) terbesar kelima di dunia. Negara penerima bantuan ODA terbesar
dari Jepang adalah Indonesia, dengan total bantuan lebih dari AS$29,5 miliar
dari tahun 1960 hingga 2006.
Jepang bersengketa
dengan Rusia mengenai Kepulauan Kuril dan dengan Korea
Selatan mengenai Batu
Liancourt. Kepulauan
Senkaku yang di bawah pemerintahan Jepang
dipermasalahkan oleh Republik Rakyat Cina dan Taiwan.
Pasal 9 Konstitusi Jepang berisi penolakan terhadap perang dan penggunaan kekuatan bersenjata
untuk menyelesaikan persengketaan internasional. Pasal 9 Ayat 2 berisi
pelarangan kepemilikan angkatan bersenjata dan penolakan atas hak keterlibatan
dalam perang. Jepang memiliki Pasukan
Bela Diri yang berada di bawah Kementerian Pertahanan, dan terdiri dari Angkatan Darat Bela Diri Jepang (JGSDF), Angkatan Laut Bela Diri Jepang (JMSDF), dan Angkatan Udara Bela Diri Jepang (JASDF). Pada tahun 1991, kapal penyapu ranjau Angkatan Laut Bela Diri Jepang ikut membersihkan ranjau
laut di Teluk
Persia (lepas pantai Kuwait) bersama kapal penyapu ranjau dari delapan negara. Atas permintaan Pemerintahan Transisi PBB di Kamboja (1992-1993), Jepang mengirimkan pengamat gencatan senjata, pemantau
pemilihan umum, polisi sipil, dan dukungan logistik seperti perbaikan jalan dan
jembatan. Di Irak, pasukan nontempur
Jepang membantu misi kemanusiaan dan kegiatan rekonstruksi infrastruktur mulai
Desember 2003 hingga Februari 2009.
6. Prefektur dan
daerah
Peta prefektur di Jepang berikut kode ISO 3166-2:JP
Jepang terdiri dari
47 prefektur
yang masing-masing diperintah oleh gubernur bersama dewan legislatif daerah.
Dari utara ke selatan, prefektur-prefektur ini adalah:
- Hokkaido
- Aomori
- Iwate
- Miyagi
- Akita
- Yamagata
- Fukushima
- Ibaraki
- Tochigi
- Gunma
- Saitama
- Chiba
- Tokyo
- Kanagawa
- Niigata
- Toyama
- Ishikawa
- Fukui
- Yamanashi
- Nagano
- Gifu
- Shizuoka
- Aichi
- Mie
- Shiga
- Kyoto
- Osaka
- Hyogo
- Nara
- Wakayama
- Tottori
- Shimane
- Okayama
- Hiroshima
- Yamaguchi
- Tokushima
- Kagawa
- Ehime
- Kochi
- Fukuoka
- Saga
- Nagasaki
- Kumamoto
- Oita
- Miyazaki
- Kagoshima
- Okinawa
Dalam pembagian
wilayah menurut letak geografis, Jepang dibagi menjadi 10 wilayah, yakni: Hokkaido, Tohoku, Hokuriku, Kanto, Chubu, Kansai (Kinki), Chugoku, Shikoku, Kyushu, dan Kepulauan
Ryukyu.
7. Ekonomi
Sejak periode Meiji (1868-1912), Jepang mulai menganut ekonomi pasar bebas dan mengadopsi kapitalisme model Inggris dan Amerika Serikat. Sistem pendidikan
Barat diterapkan di Jepang, dan ribuan orang Jepang dikirim ke Amerika Serikat
dan Eropa untuk belajar. Lebih dari 3.000 orang Eropa dan Amerika didatangkan
sebagai tenaga pengajar di Jepang. Pada awal periode Meiji, pemerintah
membangun jalan kereta api, jalan raya, dan memulai reformasi kepemilikan
tanah. Pemerintah membangun pabrik dan galangan kapal untuk dijual kepada
swasta dengan harga murah. Sebagian dari perusahaan yang didirikan pada periode
Meiji berkembang menjadi zaibatsu, dan beberapa di antaranya masih beroperasi hingga
kini.
Pertumbuhan ekonomi riil dari tahun 1960-an hingga
1980-an sering disebut "keajaiban
ekonomi Jepang", yakni rata-rata 10%
pada tahun 1960-an, 5% pada tahun 1970-an, dan 4% pada tahun 1980-an. Dekade
1980-an merupakan masa keemasan ekspor otomotif dan barang elektronik ke Eropa
dan Amerika Serikat sehingga terjadi surplus neraca perdagangan yang
mengakibatkan konflik perdagangan. Setelah ditandatanganinya Perjanjian Plaza 1985, dolar AS mengalami depresiasi terhadap yen.
Pada Februari 1987, tingkat diskonto resmi diturunkan hingga 2,5% agar produk
manufaktur Jepang bisa kembali kompetitif setelah terjadi kemerosotan volume
ekspor akibat menguatnya yen. Akibatnya, terjadi surplus likuiditas dan penciptaan uang dalam jumlah besar. Spekulasi menyebabkan harga saham
dan realestat terus meningkat, dan berakibat pada penggelembungan harga
aset. Harga tanah
terutama menjadi sangat tinggi akibat adanya "mitos tanah" bahwa
harga tanah tidak akan jatuh. Ekonomi gelembung Jepang jatuh pada awal tahun
1990-an akibat kebijakan uang ketat yang dikeluarkan Bank of Japan pada 1989, dan kenaikan tingkat diskonto resmi
menjadi 6%. Pada 1990, pemerintah mengeluarkan sistem baru pajak penguasaan
tanah dan bank diminta untuk membatasi pendanaan aset properti. Indeks rata-rata
Nikkei dan harga tanah
jatuh pada Desember 1989 dan musim gugur 1990. Pertumbuhan ekonomi mengalami
stagnasi pada 1990-an, dengan angka rata-rata pertumbuhan ekonomi riil hanya
1,7% sebagai akibat penanaman modal yang tidak efisien dan penggelembungan
harga aset pada 1980-an. Institusi keuangan menanggung kredit bermasalah karena telah mengeluarkan pinjaman uang dengan
jaminan tanah atau saham. Usaha pemerintah mengembalikan pertumbuhan ekonomi
hanya sedikit yang berhasil dan selanjutnya terhambat oleh kelesuan ekonomi
global pada tahun 2000.
Jepang adalah perekonomian terbesar nomor dua di dunia setelah Amerika Serikat, dengan PDB nominal sekitar AS$4,5 triliun. dan perekonomian terbesar
ke-3 di dunia setelah AS dan Republik Rakyat Cina dalam keseimbangan
kemampuan berbelanja. Industri utama
Jepang adalah sektor perbankan, asuransi, realestat, bisnis eceran, transportasi, telekomunikasi, dan konstruksi. Jepang memiliki industri berteknologi tinggi di
bidang otomotif, elektronik, mesin perkakas, baja dan logam non-besi, perkapalan, industri kimia, tekstil, dan pengolahan makanan. Sebesar tiga perempat dari produk domestik bruto
Jepang berasal dari sektor jasa.
Hingga tahun 2001, jumlah angkatan kerja Jepang
mencapai 67 juta orang. Tingkat pengangguran di Jepang sekitar 4%. Pada tahun 2007, Jepang
menempati urutan ke-19 dalam produktivitas tenaga kerja. Menurut indeks Big Mac, tenaga kerja di Jepang mendapat upah per jam
terbesar di dunia. Toyota Motor, Mitsubishi UFJ
Financial, Nintendo, NTT DoCoMo, Nippon Telegraph
& Telephone, Canon, Matsushita Electric
Industrial, Honda, Mitsubishi
Corporation, dan Sumitomo Mitsui
Financial adalah 10 besar
perusahaan Jepang pada tahun 2008. Sejumlah 326 perusahaan Jepang masuk ke
dalam daftar Forbes Global 2000 atau 16,3% dari 2000 perusahaan publik terbesar di
dunia (data tahun 2006). Bursa Saham Tokyo memiliki total kapitalisasi pasar terbesar nomor dua di dunia. Indeks dari 225 saham
perusahaan besar yang diperdagangkan di Bursa Saham Tokyo disebut Nikkei 225.
Dalam Indeks Kemudahan
Berbisnis, Jepang menempati
peringkat ke-12, dan termasuk salah satu negara maju dengan birokrasi paling sederhana. Kapitalisme model Jepang memiliki sejumlah ciri khas. Keiretsu adalah grup usaha yang beranggotakan perusahaan yang
saling memiliki kerja sama bisnis dan kepemilikan saham. Negosiasi upah (shuntō) berikut perbaikan kondisi kerja antara manajemen dan
serikat buruh dilakukan setiap awal musim semi. Budaya bisnis Jepang mengenal konsep-konsep lokal,
seperti Sistem Nenkō, nemawashi, salaryman, dan office lady. Perusahaan di Jepang mengenal kenaikan pangkat
berdasarkan senioritas dan jaminan pekerjaan seumur
hidup. Kejatuhan ekonomi
gelembung yang diikuti kebangkrutan besar-besaran dan pemutusan hubungan kerja
menyebabkan jaminan pekerjaan seumur hidup mulai ditinggalkan.Perusahaan Jepang
dikenal dengan metode manajemen seperti The Toyota Way. Aktivisme pemegang
saham sangat jarang. Dalam
Indeks Kebebasan
Ekonomi, Jepang menempati
urutan ke-5 negara paling laissez-faire di antara 41 negara Asia Pasifik.
unggulan Jepang.
Total ekspor Jepang pada tahun 2005 adalah 4.210 dolar AS per kapita. Pasar ekspor terbesar Jepang tahun 2006 adalah Amerika Serikat 22,8%, Uni Eropa 14,5%, Cina 14,3%, Korea Selatan 7,8%, Taiwan 6,8%, dan Hong Kong 5,6%. Produk ekspor unggulan Jepang adalah alat
transportasi, kendaraan bermotor, elektronik, mesin-mesin listrik, dan bahan kimia. Negara sumber impor terbesar bagi Jepang pada tahun
2006 adalah Cina 20,5%, AS
12,0%, Uni Eropa 10,3%, Arab Saudi 6,4%, Uni Emirat Arab 5,5%, Australia 4,8%, Korea Selatan 4,7%, dan Indonesia 4,2%. Impor utama Jepang adalah mesin-mesin dan
perkakas, minyak bumi, bahan makanan, tekstil, dan bahan mentah untuk industri.
Jepang adalah negara pengimpor hasil laut terbesar di
dunia (senilai AS$ 14 miliar). Jepang berada di peringkat ke-6 setelah RRC, Peru, Amerika Serikat, Indonesia, dan Chili, dengan total tangkapan ikan yang terus menurun sejak
1996.
Pertanian adalah sektor industri andalan hingga
beberapa tahun seusai Perang Dunia II. Menurut sensus tahun 1950, sekitar 50% angkatan
kerja berada di bidang pertanian. Sepanjang "masa keajaiban ekonomi
Jepang", angkatan kerja di bidang pertanian terus menyusut hingga sekitar
4,1% pada tahun 2008. Pada Februari 2007 terdapat 1.813.000 keluarga petani komersial,
namun di antaranya hanya kurang dari 21,2% atau 387.000 keluarga petani
pengusaha. Sebagian besar angkatan kerja pertanian sudah berusia lanjut,
sementara angkatan kerja usia muda hanya sedikit yang bekerja di bidang
pertanian.
8. Kependudukan
Populasi Jepang diperkirakan sekitar 127,614 juta
orang (perkiraan 1 Februari 2009). Masyarakat Jepang homogen dalam etnis, budaya dan bahasa, dengan sedikit populasi pekerja asing. Di antara
sedikit penduduk minoritas di Jepang terdapat orang Korea Zainichi, Cina
Zainichi, orang Filipina, orang
Brazil-Jepang, dan orang Peru-Jepang. Pada 2003, ada sekitar 136.000 orang Barat yang
menjadi ekspatriat di Jepang.
Kewarganegaraan Jepang diberikan kepada bayi yang
dilahirkan dari ayah atau ibu berkewarganegaraan Jepang, ayah
berkewarganegaraan Jepang yang wafat sebelum bayi lahir, atau bayi yang lahir
di Jepang dengan ayah/ibu tidak diketahui/tidak memiliki kewarganegaraan. Suku bangsa yang paling dominan adalah penduduk asli yang disebut
suku Yamato dan kelompok minoritas utama yang terdiri dari penduduk asli suku Ainudan Ryukyu, ditambah kelompok minoritas secara sosial yang
disebut burakumin.
Pada tahun 2006, tingkat harapan hidup di Jepang adalah 81,25 tahun, dan merupakan salah
satu tingkat harapan hidup tertinggi di dunia. Namun populasi Jepang dengan
cepat menua sebagai dampak dari ledakan kelahiran
pascaperang diikuti dengan
penurunan tingkat kelahiran. Pada tahun 2004, sekitar 19,5% dari populasi
Jepang sudah berusia di atas 65 tahun.
Perubahan dalam struktur demografi menyebabkan
sejumlah masalah sosial, terutama kecenderungan menurunnya populasi angkatan
kerja dan meningkatnya biaya jaminan sosial seperti uang pensiun. Masalah lain termasuk meningkatkan generasi muda
yang memilih untuk tidak menikah atau memiliki keluarga ketika dewasa. Populasi Jepang
dikhawatirkan akan merosot menjadi 100 juta pada tahun 2050 dan makin menurun
hingga 64 juta pada tahun 2100. Pakar demografi dan pejabat pemerintah kini
dalam perdebatan hangat mengenai cara menangani masalah penurunan jumlah
penduduk. Imigrasi dan insentif uang untuk kelahiran bayi sering
disarankan sebagai pemecahan masalah penduduk Jepang yang semakin menua.
Perkiraan tertinggi jumlah penganut agama Buddha sekaligus Shinto adalah 84-96% yang menunjukkan besarnya jumlah
penganut sinkretisme dari kedua agama tersebut. Walaupun demikian,
perkiraan tersebut hanya didasarkan pada jumlah orang yang diperkirakan ada
hubungan dengan kuil, dan bukan jumlah penduduk yang sungguh-sungguh menganut
kedua agama tersebut. Professor Robert Kisala (dari Universitas Nanzan) memperkirakan hanya 30% dari penduduk Jepang yang
mengaku menganut suatu agama.
Taoisme dan Konfusianisme dari Cina juga memengaruhi kepercayaan dan tradisi
Jepang. Agama di Jepang cenderung bersifat sinkretisme dengan hasil berupa berbagai macam tradisi, seperti
orang tua membawa anak-anak ke upacara Shinto, pelajar berdoa di kuil Shinto meminta lulus ujian, pernikahan ala Barat di kapel
atau gereja Kristen, sementara pemakaman diurus oleh kuil Buddha. Penduduk beragama Kristen hanya minoritas sejumlah (2.595.397 juta atau 2,04%).
Kebanyakan orang Jepang mengambil sikap tidak peduli terhadap agama
dan melihat agama
sebagai budaya dan tradisi. Bila ditanya mengenai agama, mereka akan mengatakan
bahwa mereka beragama Buddha hanya karena nenek moyang mereka menganut salah satu
sekte agama Buddha. Selain itu, di Jepang sejak pertengahan abad ke-19
bermunculan berbagai sekte agama baru (Shinshūkyō) seperti Tenrikyo dan Aum Shinrikyo (atau Aleph).
Lebih dari 99% penduduk Jepang berbicara bahasa
Jepang sebagai bahasa ibu. Bahasa Jepang
adalah bahasa aglutinatif dengan tuturan
hormat (kata honorifik) yang mencerminkan hirarki
dalam masyarakat Jepang. Pemilihan kata kerja dan kosa kata menunjukkan status
pembicara dan pendengar. Menurut kamus bahasa Jepang Shinsen-kokugojiten, kosa kata dari Cina berjumlah sekitar 49,1%
dari kosa kata keseluruhan, kata-kata asli Jepang hanya 33,8% dan kata
serapan sekitar 8,8%. Bahasa Jepang
ditulis memakai aksara kanji, hiragana, dan katakana, ditambah huruf
Latin dan penulisan angka
Arab. Bahasa
Ryukyu yang juga termasuk salah satu keluarga
bahasa Japonik dipakai orang
Okinawa, tapi hanya sedikit dipelajari anak-anak. Bahasa
Ainu adalah bahasa
mati dengan hanya sedikit penutur
asli yang sudah berusia lanjut di Hokkaido. Murid sekolah negeri dan swasta di Jepang hanya diharuskan belajar
bahasa Jepang dan bahasa Inggris.
KOTA-KOTA BESAR DI JEPANG
|
|||
NO
|
KOTA
|
PREFEKTUR
|
POPULASI
|
1
|
Tokyo
|
Tokyo
|
8.483.050
|
2
|
Yokohama
|
Kanagawa
|
3.579.133
|
3
|
Osaka
|
Osaka
|
2.628.776
|
4
|
Nagoya
|
Aichi
|
2.215.031
|
5
|
Sapporo
|
Hokkaido
|
1.880.875
|
6
|
Kobe
|
Hyogo
|
1.525.389
|
7
|
Kyoto
|
Kyoto
|
1.474.764
|
8
|
Fukuoka
|
Fukuoka
|
1.400.621
|
9
|
Kawasaki
|
Kanagawa
|
1.327.009
|
10
|
Saitama
|
Saitama
|
1.176.269
|
11
|
Hirosima
|
Hirosima
|
1.159.391
|
12
|
Sendai
|
Miyagi
|
1.028.214
|
9. Pendidikan
Pendidikan di Jepang
Auditorium
Yasuda di Universitas
Tokyo
Pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan tinggi
diperkenalkan di Jepang pada 1872 sebagai hasil Restorasi
Meiji. Sejak 1947, program
wajib belajar di Jepang mewajibkan setiap warga negara untuk untuk bersekolah
selama 9 tahun di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama (dari usia 6 hingga 15 tahun). Di kalangan penduduk
berusia 15 tahun ke atas, tingkat melek huruf sebesar 99%, laki-laki: 99%;
perempuan: 99% (2002).
Hampir semua murid meneruskan ke Sekolah Menengah Atas, dan menurut MEXT sekitar 75,9% lulusan sekolah menengah atas pada
tahun 2005 melanjutkan ke universitas, akademi, sekolah keterampilan, atau lembaga pendidikan tinggi
lainnya. Pendidikan di Jepang sangat kompetitif, khususnya dalam ujian masuk
perguruan tinggi. Dua peringkat teratas universitas di Jepang ditempati oleh Universitas Tokyo dan Universitas
Keio. Dalam peringkat
yang disusun Program Penilaian Pelajar Internasional dari OECD, pengetahuan dan keterampilan anak Jepang berusia 15
tahun berada di peringkat nomor enam terbaik di dunia.
10. Budaya
Budaya Jepang mencakup interaksi antara budaya asli Jomon yang kokoh dengan pengaruh dari luar negeri yang
menyusul. Mula-mula Cina dan Korea banyak membawa pengaruh, bermula dengan perkembangan
budaya Yayoi sekitar 300 SM. Gabungan tradisi budaya Yunani dan India, memengaruhi seni dan keagamaan Jepang sejak abad ke-6 Masehi, dilengkapi dengan pengenalan agama Buddha sekte Mahayana. Sejak abad ke-16, pengaruh Eropa menonjol, disusul dengan pengaruh Amerika Serikat yang mendominasi Jepang setelah berakhirnya Perang Dunia II. Jepang turut mengembangkan budaya yang original dan
unik, dalam seni (ikebana, origami, ukiyo-e), kerajinan tangan (pahatan, tembikar, persembahan (boneka bunraku, tarian
tradisional, kabuki, noh, rakugo), dan tradisi (permainan
Jepang, onsen, sento, upacara minum
teh, taman Jepang), serta makanan
Jepang.
Kini, Jepang merupakan salah sebuah pengekspor budaya
pop yang terbesar. Anime, manga, mode, film, kesusastraan, permainan
video, dan musik Jepang menerima sambutan hangat di seluruh dunia,
terutama di negara-negara Asia yang lain. Pemuda Jepang gemar menciptakan trend
baru dan kegemaran mengikut gaya mereka memengaruhi mode dan trend seluruh
dunia. Pasar muda-mudi yang amat baik merupakan ujian untuk produk-produk
elektronik konsumen yang baru, di mana gaya dan fungsinya ditentukan oleh
pengguna Jepang, sebelum dipertimbangkan untuk diedarkan ke seluruh dunia.
Baru-baru ini Jepang mula mengekspor satu lagi
komoditas budaya yang bernilai: olahragawan. Popularitas pemain bisbol Jepang di Amerika
Serikat meningkatkan
kesadaran warga negara Barat tersebut terhadap segalanya mengenai Jepang.
Orang Jepang biasanya gemar memakan makanan tradisi
mereka. Sebagian besar acara TV pada waktu petang dikhususkan pada penemuan dan
penghasilan makanan tradisional yang bermutu. Makanan Jepang mencetak nama di
seluruh dunia dengan sushi, yang biasanya dibuat dari pelbagai jenis ikan mentah
yang digabungkan dengan nasi dan wasabi. Sushi memiliki banyak penggemar di seluruh dunia.
Makanan Jepang bertumpu pada peralihan musim, dengan menghidangkan mi dingin
dan sashimi pada musim panas, sedangkan ramen panas dan shabu-shabu pada musim dingin.
BAB II
ISI
Pendidikan kewarganegaraan di Jepang yang dikenal
dalam terminologi social studies, living experience and moral education (Kerr,
1999), berorientasi pada pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan warga negara
berkaitan dengan upaya untuk membangun bangsa Jepang. Dalam tulisan ini, kajian pendidikan kewarganegaraan di Jepang akan
memfokuskan diri kepada kajian tentang konteks
kelahiran, landasan pengembangan, kerangka sistemik, dan kurikulum dan bahan
ajar pendidikan kewarganegaraan di Jepang.
Konteks Kelahiran
Konteks kelahiran Pendidikan Kewarganegaraan di Jepang
dapat ditelusuri, terutama setelah Perang Dunia kedua (1945). Pada masa itu,
perhatian pemerintah Jepang terhadap pendidikan mulai menunjukkan peningkatan.
Pendidikan menjadi pusat perhatian pemerintah sebagaimana direncanakan sejak
periode Meiji (abad ke-19) (Otsu, 1998:51; Ikeno, 2005:93). Periode setelah
kekalahan Jepang ini, merupakan titik balik yang sangat penting bagi pendidikan
di Jepang.
Pendidikan Jepang mengubah orientasinya dari yang
bersifat militer ke arah pendekatan yang lebih demokratis. Demikian pula
perubahan dirasakan dalam Pendidikan Kewarganegaraan, mata pelajaran ini telah
bergeser penekanannya dari pendidikan untuk para warga negara dan pengajaran
disiplin ilmu-ilmu sosial yang terkait dengan upaya untuk membangun bangsa
Jepang, ke arah Pendidikan Kewarganegaraan untuk semua warga negara (Ikeno,
2005:93).
Pendidikan Kewarganegaraan Jepang setelah Perang Dunia
II dapat digambarkan dalam tiga periode (Ikeno, 2005:93) sebagai berikut: “Pertama,
periode tahun 1947-1955, berorientasi pada pengalaman. Kedua,
periode tahun 1955-1985, berorientasi pada pengetahuan, dan ketiga,
periode tahun 1985-sekarang, berorientasi pada kemampuan”.
Periode pertama, Pendidikan
Kewarganegaraan sebagian besar diterapkan secara integratif ke dalam studi
sosial. Studi sosial mengadopsi metoda-metoda pemecahan masalah, seperti
penelitian dan diskusi, dan mengajarkan kehidupan sosial dan masyarakat secara
umum. Di dalam kelas, para guru dan anak-anak mempertimbangkan permasalahan
kehidupan sosial dan masyarakat melalui pengalaman sosial yang diperoleh dengan
pemecahan masalah. Mereka belajar tentang “masyarakat mereka sendiri” dan
mengembangkan “sikap dan keterampilan-keterampilan untuk berpartisipasi secara
positif untuk membangun masyarakat yang demokratis”.
Pelaksanaan pembelajaran studi sosial pada periode ini
adalah melalui “yubin-gokko (playing the post)” dan “yamabiko-gakko (echo
school)”. Dalam praktek ini, guru mengorganisir suatu struktur yang
berhubungan dengan kegiatan pos sebagai satu aktivitas untuk anak-anak.
Di yamabiko-gakko, guru mengorganisir aktivitas penyelidikan
sehingga anak-anak bisa membuat pertanyaan-pertanyaan melalui komposisi dan
jawaban bebas mereka.
Dalam situasi demikian, anak-anak itu melaksanakan
aktivitas, sementara para guru tidak mengambil peran yang besar untuk memimpin
dalam proses pembelajaran tersebut. Banyak orang mengkritik praktek
pembelajaran ini, mereka berpendapat bahwa dalam praktek pembelajaran tersebut,
anak-anak hanya memperoleh pengetahuan biasa yang dipelajari tanpa sengaja, dan
mereka menuntut para guru studi sosial untuk mengajar ilmu sosial secara
sistematis.
Pada periode yang kedua, Pendidikan
Kewarganegaraan didasarkan atas prinsip intelektualisme yang berkembang dalam
disiplin akademis. Kementerian Pendidikan Jepang memisahkan Pendidikan Moral (dotoku)
dari studi sosial. Studi sosial dipecah menjadi Geografi, Sejarah, dan
politik/ekonomy/kemasyarakatan.
Masing-masing disipilin di atas terdiri atas
seperangkat pengetahuan dan keterampilan. Hal tersebut dipersiapkan agar para
siswa memiliki pengetahuan inti tentang budaya Jepang secara umum. Pendidikan
Kewarganegaraan periode kedua ini diarahkan agar para siswa memperoleh
pengetahuan yang dianggap penting bagi bangsa Jepang.
Sasaran pengajaran Pendidikan Kewarganegara pada
periode kedua ini terdiri atas empat unsur (Ikeno, 2005:94), yaitu untuk
mengembangkan:
1. pengetahuan dan pemahaman
2. keterampilan berpikir dan ketetapan
3. keterampilan dan kemampuan, dan
4. kemauan, minat, dan sikap warganegara
Pada periode ketiga, Pendidikan Jepang
ditekankan pada pengembangan prinsip hubungan timbal balik. Dalam hal ini,
pendidikan sekolah difokuskan untuk mengembangkan “kemampuan yang diperlukan
dalam kehidupan siswa”, dalam arti siswa mampu menemukan suatu masalah sendiri,
belajar tentang permasalahan itu, memikirkannya, menilai dengan bebas,
menggunakan metode yang tepat, memecahkan masalah secara tepat, kreatif, dan
memperdalam pemahamannya tentang hidup. Sasaran ini dicapai melalui integrasi
dari setiap disiplin ilmu. Karena itu, periode ini disebut sebagai “periode
studi yang terintegrasi”.
Pendidikan Kewarganegaraan dalam periode ketiga
bertujuan mempersiapkan setiap individu untuk dapat terlibat dalam secara aktif
dalam masyarakat, dan menggunakan budaya umum dalam setiap hal. Penekanan
Pendidikan Kewarganegaraan telah diubah dari mengutamakan pengetahuan umum
tentang bangsa Jepang kepada kemampuan itu untuk membangun masyarakat. Pada
periode ketiga ini, pendidikan Kewarganegaraan Jepang sebagian besar diterapkan
sebagai “kewarganegaraan (civics)” dalam sekolah tingkat atas, dan
sebagai “studi sosial” dalam sekolah tingkat menengah (Otsu, 1998:51).
Landasan Pengembangan
Landasan Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan di
Jepang tidak dapat dilepaskan dari konsep warga negara (komin, citizen)
dan kewarganegaraan (citizenship). Oleh karena itu, penting diketahui
bagaimana konsep-konsep tersebut dikonstruksi. Untuk menjelaskan hubungan
antara citizen dan citizenship di Jepang,
Otsu (1998:53) mengemukakan sebagai berikut: “Related to the definition of
‘citizen’, ‘citizenship’ has a much wider meaning and can be used differently
in different contexts”. Berdasarkan kutipan tersebut diketahui bahwa
definisi antara citizen dan citizenship dapat
memiliki arti yang luas dan dapat digunakan dalam cara dan dalam konteks yang
berbeda.
Lebih lanjut Otsu (1998:53) mengemukakan bahwa pada
saat “studi sosial (social studies)” dimulai sebagai mata pelajaran inti
pada tahun 1948, Kementerian Pendididikan menjelaskan bahwa ‘studi sosial tidak
hanya membantu penduduk mengikuti kebijakan pemerintah, tetapi setiap penduduk
secara intens belajar tentang masyarakat mereka dan untuk mengembangkan sikap
dan keterampilan mereka untuk berpartisipasi secara positif dalam masyarakat
mereka untuk membangun masyarakat yang demokratis.
Pada saat “kewarganegaraan (civics)” disiapkan
sebagai suatu mata pelajaran pada sekolah menengah pada tahun 1970, Kementerian
Pendidikan menggambarkan tujuan inti Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
berikut:
1. to develop an awareness and understanding
of Japan as a nation and the principle of sovereignty (Untuk
mengembangkan kesadaran dan pemahaman tentang Jepang sebagai sebuah negara dan
prinsip kedaulatan)
2. to develop a concept of local community and
the state and ways in which the individual can contribute to the work of the
community and the state (Untuk mengembangkan suatu konsep tentang
masyarakat lokal dan negara serta cara bagaimana setiap individu dapat
berkontribusi dalam satu pekerjaan di masyarakat dan negara)
3. to appreciate rights and responsibilities
and duties of the individual in the community and wider society (Untuk
menghargai hak dan tanggungjawab serta tugas dari individu dalam suatu
komunitas dan masyarakat yang lebih luas)
4. to develop an ability to act positively in
relation to rights and duties (untuk mengembangkan kemampuan untuk
bertindak secara positif dalam hubungan antara hak dan kewajiban)
Kerangka Sistemik
Kerangka sistemik yang dimaksud adalah “istilah teknis
yang digunakan, pendekatan yang dikembangkan, dan jumlah jam perminggu, baik
untuk pendidikan dasar maupun pendidikan menengah” (Kerr, 1999; Winataputra,
2007). Pada tabel berikut ini disajikan pengorganisasian Civic
Education di Jepang pada pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan
pertama dan tingkat atas.
Tabel 1. Organisation of Citizenship Education in
Primary Phase
Country
|
Terminology
|
Approach
|
Hours per week
|
Japan
|
Social studies, living experiences
and moral education
|
Statutory core separate and
integrated
|
175 x 45 minutes per year
|
Kerr, (1999:18)
Tabel di atas dapat menggambarkan kerangka sistemik
pendidikan kewarganegaraan pada tingkat pendidikan dasar. Terminologi yang
digunakan untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah “Social
studies, living experiences and moral education”. Kedudukan dalam program
pendidikan bersifat wajib yang dikemas sebagai materi inti yang terintegrasi
atau secara berdiri sendiri. Beban belajar perminggu adalah 175 x 45 menit per
tahun.
Sementara itu, Pendidikan Kewarganegaraan untuk tingkat
pendidikan lanjutan pertama dan tingkat atas dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2. Organisation of Citizenship Education in
the Lower and Upper Secondary Phase
Country
|
Terminology
|
Approach
|
Hours per week
|
Japan
|
Social studies, living experiences
and moral education
|
Statutory core
Integrated and specific
|
175 x 45 minutes per year (grade 7
dan ’8)
140 x 50 minutes per year (grade
9)
140 x 50 minutes per year (upper
secondary)
|
Kerr, (1999:19)
Untuk sekolah lanjutan tingkat pertama dan atas, bahan
kajian atau mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan digunakan istilah “Social
studies, living experiences and moral education”. Kedudukan dalam program
pendidikan bersifat wajib yang dikemas sebagai materi inti yang terintegrasi
atau secara berdiri sendiri. Beban belajar perminggu adalah: tingkat lanjutan
pertama: 175 x 45 menit per tahun untuk tingkat 7 dan 8, dan 140 x 50 menit per
tahun untuk tingkat 9. Sedangkan untuk tingkat atas adalah 140 x 50 menit per
tahun.
Kurikulum dan Bahan Belajar
Dalam uraian Otsu (1998:) Pendidikan Kewarganegaraan
dalam sekolah dasar diimplementasikan sebagai “life and environmental
studies” pada tingkat 1-2, dan “social studies” pada tingkat 3-6
untuk tiga jam pelajaran (1 jam pelajaran = 45 menit) per minggu. Di sekolah
menengah, studi sosial terdiri atas tiga mata pelajaran, Geografi (4
jam per minggu pada tingkat 1 dan 2, 1 jam = 50 menit), Sejarah (dengan
proporsi yang sama dengan geografi), dan Kewarganegaraan (2-3
jam per minggu pada tingkat 3).
Isi (kurikulum) Kewarganegaraan pada sekolah menengah
terdiri atas:
1. contemporary social life (Kehidupan
sosial kontemporer)
2. Improvement of national life and
economy (Perbaikan kehidupan nasional dan ekonomi)
3. democratic government and international
community (Pemerintahan demokratis dan masyarakat internasional)
(Otsu, 1998:54)
Pada sekolah menengah, para siswa belajar
Kewarganegaraan pada tahun terakhir, pelajaran Kewarganegaraan tingkat tiga
cenderung diarahkan sebagai pusat pengetahuan dan ditekankan terhadap hapalan (memorization),
karena banyak siswa dan guru berkonsentrasi untuk ujian masuk ke tingkat
sekolah menengah atas.
Kurikulum sekolah menengah atas terdiri atas bidang
mata pelajaran dan sub mata pelajaran yang spesifik. Para siswa diharuskan
mengambil empat kredit dari mata pelajaran Kewarganegaraan yang terdiri
atas: masyarakat kontemporer (4 jam, 1 jam = 50 menit), etika (2
jam), dan politik/ekonomi (2 jam).
Isi dari kajian tentang masyarakat
kontemporer adalah sebagai berikut:
1. the individual and culture in contemporary
society (individu dan budaya dalam masyarakat kontemporer)
2. environment and human life (lingkungan
dan kehidupan manusia)
3. contemporary politics and economy and the
individual (politik dan ekonomi kontemporer dan individual)
4. international community and global
issues (organisasi internasional dan isu-isu global)
(Otsu, 1998:54)
Dalam kajian tentang masyarakat kontemporer,
berbagai inovasi pembelajaran telah dihasilkan. Untuk mengembangkan
keterampilan dan sikap pembelajar seperti pengetahuan, beberapa guru
menciptakan inovasi pembelajaran dengan mengambil isu-isu kontemporer dengan
menggunakan pendekatan yang komprehensif dan aktifitas yang bervariasi, seperti
diskusi, games dan simulasi. Meskipun studi sosial dalam sekolah menengah atas
dicitrakan sebagai pelajaran hapalan dalam waktu yang lama, namun studi tentang
masyarakat kontemporer telah mengubah citra (image) studi sosial sampai
taraf tertentu. Pembelajaran kreatif pada masyarakat kontemporer dipublikasikan
dan memiliki pengaruh yang mendukung guru-guru lintas bangsa.
Kajian tentang etika dan politik/ekonomi merupakan
kajian penting untuk Pendidikan Kewarganegaraan. Tetapi mata pelajaran ini
cenderung berfokus pada pengajaran tentang struktur dan metode setiap disiplin
ilmu-ilmu sosial.
Sejak kajian masyarakat kontemporer diubah
dari pelajaran wajib menjadi satu pilihan, Pendidikan Kewarganegaraan secara
umum telah mengakhiri kehilangan statusnya. Hal ini berarti, pada saat yang
sama Pendidikan Kewaranegaraan di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah
atas menjadi hal penting bagi setiap siswa yang akan menjadi pemilih dan
bekerja dalam masyarakat segera setelah kelulusan mereka.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Pendidikan Kewarganegaraan di Jepang yaitu secara dipisah atau separated. Pendidikan Kewarganegaran di Jepang di sebut juga
pendidikan moral. Pendidikan Kewarganegaraan
di Jepang di pisah dari studi
sosial ( dotoku ) studi sosial di pecah menjadi geografi, sejarah, dan politik
atau ekonomi atau kemasyarakatan, pendidikan kewarganegaraan di jepang ada
setelah perang dunia kedua tahun 1945. Pendidikan jepang mengubah orientasinya
dari yang bersifat militer ke arah pendekatan yang lebih demokratis. Pendidikan
kewarganegaraan juga bergeser dari pendidikan untuk para warga dan pengajaran
disiplin ilmu ilmu sosial yang terkait dengan upaya untuk membangun bangsa
jepang, kearah kependidikan kewarganegaraan ( ikeno,2005:95)
Pendidikan
Kewarganegaraan Jepang setelah Perang Dunia II dapat digambarkan dalam tiga periode
(Ikeno, 2005:93) sebagai berikut: “Pertama, periode tahun 1947-1955,
berorientasi pada pengalaman. Kedua, periode tahun 1955-1985,
berorientasi pada pengetahuan, dan ketiga, periode tahun
1985-sekarang, berorientasi pada kemampuan”.
Daftar Pustaka
Baehaqi.wordpress.com/2009/03/05/pendidikan-kewarganegaraan-di-jepang/
Ikeno, N. (2005).
“Citizenship Education in Japan After World War II”. In Citized. International
Journal of Citizenship and Teacher Education. Vol 1, No. 2 December 2005.
Cogan, J.J. and Ray
Derricott (ed). (1998). Citizenship Education for the 21st Century:
An International Perspective on Education. London: Kogan Page.
Otsu, K. (1998). “Japan”.
In Cogan J.J. and Ray Derricott (ed). Citizenship Education for the 21st Century:
An International Perspective on Education. London: Kogan Page.
Kerr, D.
(1999). Citizenship Education: An International Comparrison. England:
nfer, QCA.
———–. (1999). Citizenship
Education in The Curriculum: An International Review. England:nfer, QCA.