BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada
masa Orde Baru hingga saat ini, liberalisasi ekonomi Indonesia masih saja
terjadi hampir tanpa hambatan. Padahal jelas terbukti di negara mana pun di
dunia, liberalisasi yang tidak dikelola dengan baik melalui penyediaan
perangkat hukum dan prasyarat memadai lainnya. Hanya akan menciptakan
ketergantungan ekonomi. Sebagian besar industri dalam negeri, terutama
sektor-sektor penting yang menguasai hajat hidup orang banyak, bakal dikuasai
oleh asing, dan utang. Meskipun telah dicicil, akan terus bertambah banyak.
Akibatnya, kekayaan alam yang melimpah tetap tidak mampu memakmurkan rakyat
karena sebagian besar justru dinikmati asing.
Dari
sisi kedaulatan, kita hampir sama sekali tak mampu mengambil kebijakan-kebijakan
ekonomi-politik penting tanpa tekanan internasional. Kasus penjualan
perusahaan-perusahaan negara, eksplorasi ladang-ladang minyak, dan kasus-kasus
lainnya hampir selalu terjadi karena tekanan pihak eksternal. Bagi setiap orang
yang masih mampu berpikir jernih, keseluruhan cerita ini tentu mengoyak harga
diri kita sebagai bangsa.[1]
Sejak
jatuhnya rezim Orde Baru di tahun 1998 telah membawa kepada upaya demokratisasi
kehidupan sosial, ekonomi dan politik di negara. Upaya demokratisasi ini juga
cenderung telah membawa kita kepada praktik-praktik kebijakan liberalisasi
dalam berbagai tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu di
antaranya adalah terjadinya perubahan yang sangat signifikan dalam kebijakan
dan regulasi di bidang perdagangan sebagai akibat dari liberalisasi ekonomi dan
politik yang ditetapkan. [2]
Liberalisasi
perdagangan atau ekonomi dan investasi yang menjadi pilar pertama dalam kerja
sama ekonomi Asia Pasifik (APEC) dinilai perlu dicermati. Pasalnya, jika
Indonesia tidak bersiap, Indonesia akan menjadi pasar besar bagi negara-negara
APEC alih-alih menjadi basis produksi. liberalisasi perdagangan harus diikuti
oleh capacity building. Jika gagal meningkatkan hal tersebut, Indonesia akan
menghadapi ancaman ke depannya. Dengan adanya liberalisasi perdagangan, akan
terdapat aliran modal, investasi dan barang yang bebas. Tenaga kerja pun
menjadi lebih leluasa bergerak. "Ini akan menentukan Indonesia akan
menjadi basis produksi atau jadi pasar besar.
Sementara itu, pilar
kedua, yakni fasilitas bisnis, membuat agar liberalisasi perdagangan lebih
berkeadilan dan tak menimbulkan dampak defisit antara negara satu dan negara
lain.
Penguatan liberaliasi
yang menjadi hasil pertemuan KTT APEC di bali bakal memperkuat dominasi
investor asing di Indonesia.
liberalisasi memperkuat dominasi investor asing untuk memonopoli
perdagangan dan sumber daya alam di Indonesia. Liberalisasi dan intervensi
negara maju dalam berbagai pertemuan global hanya untuk memecahkan krisi yang
sedang dialami mereka (anggota KTT APEC) sehingga negara berkembang seperti Indonesia hanya dijadikan sebagai solusi atas krisis
tersebut.[3]
1.2 Perumusan Masalah
Adapun perumusan
masalah dari makalah ini antara lain:
1. Bagaimana
Liberalisasi perekonomian di Indonesia?
1.3 Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan
masalah yang dibahas oleh penulis dalam makalah ini yaitu hanya dalam
pembatasan mengenai “Liberalisasi Perekonomian di Indonesia”.
1.4 Maksud dan Tujuan Makalah
Adapun maksud penulisan
makalah ini yaitu sebagai salah satu tugas pemenuhan syarat UAS dari mata
kuliah Ekonomi Politik.
Dalam melakukan
penulisan mmakalah ini hal yang menjadi tujuan penulisan adalah sebagai
berikut:
Secara umum penulisan makalah ini bertujuan untuk enambah
wawasan bagi pembaca tentang liberalisasi perekonomian di Indonesia.
Secara khusus penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang perkembangan liberalisasi
perekonomian di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Liberalisasi Ekonomi
Liberalisasi ekonomi
merupakan kritik terhadap kontrol politik dan pengaturan permasalahan ekonomi
yang yang menyeluruh yang mendominasi pembentukan negara Eropa di abad keenam
belas dan ketujuh belas, yakni merkantilisme. Jadi liberalisasi ekonomi
merupakan sebuah paham atau sistem ekonomi yang menempatkan peran swasta sebagai
tokoh utama dari pelaku ekonomi. Dalam ekonomi liberal, peran pemerintah tidak
diperkenankan turut campur. Semuanya diatur oleh swasta ataupun individu
pemilik modal. Dengan demikian, dalam sistem ini masyarakat diharapkan mampu
berkompetisi untuk menjadi yang lebih baik. Kaum ekonomi liberal berpendapat
bahwa perekonomian pasar merupakan suatu wilayah otonom dari masyarakat yang
berjalan menurut hukum ekonominya sendiri. Pertukaran ekonomi bersifat positive
sum game, dan pasar cenderung akan memaksimasi keuntungan bagi semua individu,
rumah tangga dan perusahaan yang berpartisipasi dalam pertukaran pasar.
Perekonomian merupakan wilayah kerjasama bagi keuntungan timbal balik antar
negara dan juga antar individu.
Liberalisai menurut
para ahli (Beason 1998; Emmerson 1999; Hidayat 2001) tidak identik dengan
demokratisasi karena lebih menitikberatkan pada prinsip “pasar bebas”.
Orientasi liberalisasi lebih menguntungkan bagi pihak pemegang kekuasaan
dominan (ekonomi, politik dan social), dan dinilai tidak adil bagi mereka yang
tidak punya akses terhadap kekuasaan serta mengharapkan adanya pemerataan
peluang.
2.2 Implikasi Liberalisasi
Liberalisasi
perekonomian dalam pengertian umum memberikan kesempatan lebih luas pada
mekanisme pasar untuk bekerja, yang merupakan akibat dari dorongan dari dalam
negeri yang menginginkan perekonomian lebih efesien dan dorongan dari luar
negeri melalui kesepakatan regional dan internasional.
Dalam
prakteknya di Indonesia liberalisasi ini diwujudkan dalam berbagai kebijaksanaan
deregulasi baik di sektor perdagangan keuangan ataupun sektor riil khususnya
manufaktur. Liberalisasi juga mencakup bidang penanaman modal asing (PMA).
Kebijaksanaan ini telah menunjukkan manfaat antara lain berupa meningkatnya
ekspor produk padat rakyat meningkatnya tabungan masyarakat dan lebih
efisiennya produksi di beberapa jenis industri. PMA juga menunjukan peningkatan
yang berarti. Secara umum pandangan internasional terhadap perekonomian
Indonesia juga membaik karena keterbukaannya pada perdagangan internasional dan
modal asing. Bukti-bukti empiris menunjukan bahwa investasi asing dan keterbukaan ekonomi berkorelasi positif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Namun
manfaat liberalisasi tersebut harus dibandingkan dengan akibat-akibat yang ditimbulkannya.
Sekalipun tingkat liberalisasi yang dilakukan di Indonesia dewasa ini baru pada
tahapan merealisasikan kebijaksanaan deregulasi dan belum lagi memberlakukan
kesepakatan seperti AFTA dan APEC, namun akibat yang dibawa oleh kebijaksanaan
liberalisasi cukup serius. Akibatnya adalah semakin dominannya modal kuat
domestik dan asing dalam menguasai pasar dosmetik. Liberalisasi yang
dimaksudkan memberikan kesempatan kepada mekanisme pasar dalam bersaing yang
sehat berubah menjadi pasar yang oligopolistis. Dominasi ini mencakup hampir
seluruh sektor perekonomian mulai dari sektor keuangan, perdagangan sampai
produksi di sektor manufaktur. Dalam menghadapi dominasi ini mencangkup hampir
seluruh sektor perekonomian kesulitan dalam mempertahankan eksistensinya,
pemerintah pun mengalami penurunan kewibawaan yang cukup drastis dalam
menerapkan kebijaksanaan yang credible.
Akibat
dari liberalisme lainnya adalah berkembangnya kegiatan ekonomi pada
praktek-praktek spekulatif untuk memperoleh keuntungan kapital (capital gain)
sebesar mungkin. Perkembangan bisnis perumahan dan perkantoran mewah dengan
lapangan golfnya merupakan contoh kongkrit. Modal yang mengalir pada kegiatan
ini demikian besarnya namun tidak sepadan dengan sumbangannya pada produk
nasional dan kesempatan kerja yang memeratakan pendapatan. Praktek-praktek
spekulatif ini sangat bertumpu pada membumbungnya harga tanah yang akibatnya
adalah pada memburuknya nasib pemilik atau penggarap tanah golongan masyarakat
miskin. Praktek membeli tanah dari pemilik atau penggarap asal dengan harga
serendah mungkin dan menjualnya kembali dengan harga setinggi mungkin merupakan
cara tercepat memperoleh keuntungan yang tinggi.[4]
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Kesimpulan
Liberalisasi
ekonomi merupakan sebuah paham atau sistem ekonomi yang menempatkan peran
swasta sebagai tokoh utama dari pelaku ekonomi. Dalam ekonomi liberal, peran
pemerintah tidak diperkenankan turut campur. Semuanya diatur oleh swasta
ataupun individu pemilik modal.
Dalam
prakteknya di Indonesia liberalisasi ini diwujudkan dalam berbagai
kebijaksanaan deregulasi baik di sektor perdagangan keuangan ataupun sektor
riil khususnya manufaktur. Liberalisasi juga mencakup bidang penanaman modal
asing (PMA). Kebijaksanaan liberalisasi telah menunjukkan manfaat antara lain
berupa meningkatnya ekspor produk padat rakyat meningkatnya tabungan masyarakat
dan lebih efisiennya produksi di beberapa jenis industri.
Akibat
dari kebijaksanaan liberalisasi adalah semakin dominannya modal kuat domestik
dan asing dalam menguasai pasar dosmetik. Liberalisasi yang dimaksudkan
memberikan kesempatan kepada mekanisme pasar dalam bersaing yang sehat berubah
menjadi pasar yang oligopolistis. Dominasi ini mencakup hampir seluruh sektor
perekonomian mulai dari sektor keuangan, perdagangan sampai produksi di sektor
manufaktur.
Strategi
yang harus dilakukan Indonesia untuk menghadapi liberalisasi perdagangan adalah
dengan strategi jangka menengah panjang, yakni Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). "Kuncinya SDM dan
teknologi dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan dan the center of excellent.
pemerintah membentuk tim komite untuk menghadapi liberalisasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Isei (Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia). 2005. Building: Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia.
Yogyakarta: Kanisius.
Bily Sarwono, dkk. 2008. Manusia
komunikasi, Komunikasi Manusia:75 tahun M. Alwi Dahlan. Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara, hal, 482
[2] Bily
Sarwono, dkk. Manusia komunikasi, Komunikasi Manusia:75 tahun M. Alwi Dahlan.
(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2008) hal, 482
[3] http://wartaekonomi.co.id/berita17796/liberalisasi-bakal-perkuat-dominasi-asing-di-indonesia.html
[4] Isei
(Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia). Bundling:Pemikiran dan Permasalah Ekonomi
di Indonesia. Yogyakarta: Kanisius, 2005 ). hal, 104
0 comments:
Post a Comment